Laman

20140427

Sang Putri dan Peti dari Timah (James Thurber, 1945)

Pada suatu masa, di sebuah negeri yang jauh, hiduplah Raja yang memiliki seorang anak perempuan yang merupakan putri tercantik sejagat raya. Matanya bak bunga berwarna biru, rambutnya melebihi harumnya bunga bakung, dan lehernya membuat angsa tampak usang.

Dari semenjak satu tahun usianya, sang Putri telah dihujani oleh hadiah. Kamarnya terlihat seperti etalase toko perhiasan. Semua mainannya terbuat dari emas, platina, intan berlian, atau zamrud. Ia tidak diperbolehkan memiliki balok-balok dari kayu, boneka porselen, anjing-anjingan karet, ataupun buku-buku dari linen, karena bahan-bahan tersebut dianggap murahan bagi anak perempuan seorang raja.

Ketika berusia tujuh tahun, ia menghadiri pernikahan saudara laki-lakinya dan melempari mempelai wanita dengan mutiara sungguhan alih-alih beras sebagaimana tradisi. Hanya burung bulbul, dengan kecapi emasnya, yang diizinkan menyanyi untuk sang Putri. Burung hitam biasa, dengan serulingnya yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan, tinggal di luar pekarangan istana. Sang Putri berjalan dengan selop sutra-peraknya menuju kamar mandinya yang terbuat dari safir dan topas, dan tidur di ranjang gading bertatahkan batu delima.

Pada hari sang Putri berusia delapan belas tahun, Raja mengirimkan duta besar kerajaan ke istana lima kerajaan tetangga untuk memaklumatkan bahwa ia akan menikahkan anak perempuannya dengan pangeran yang dapat memberikan hadiah yang paling disukai oleh putrinya itu.

Pangeran pertama tiba di istana dengan mengendarai kuda jantan putih yang tangkas. Di kaki sang Putri ia meletakkan sebuah apel yang sangat besar terbuat dari emas padat, yang diambilnya dari seekor naga yang telah menjaganya selama seribu tahun. Benda itu ditaruh di meja eboni panjang yang disiapkan sebagai tempat untuk menyimpan hadiah-hadiah dari para peminang sang Putri. Pangeran kedua, yang datang dengan kendaraan abu-abunya, membawakannya burung bulbul yang terbuat dari seribu intan berlian. Hadiah itu ditempatkan di sebelah apel emas. Pangeran ketiga, mengendarai kuda hitam, membawa kotak perhiasan yang sangat besar terbuat dari platina dan safir. Hadiah itu ditempatkan di samping burung bulbul berlian. Pangeran keempat duduk di atas kuda kuning menyala, mempersembahkan kepada sang Putri hati raksasa dari batu delima yang ditembusi oleh anak panah dari zamrud. Hadiah itu ditempatkan di samping kotak perhiasan dari platina dan safir.

Pangeran kelima adalah yang paling perkasa dan paling tampan di antara kelima peminang, namun ia merupakan putra daripada raja miskin yang kerajaannya telah diduduki oleh tikus, belalang, penyihir dan insinyur tambang sehingga tidak banyak lagi barang berharga yang tersisa. Susah payah ia datang ke istana sang Putri dengan menaiki kuda bajak. Ia menyunggi peti timah kecil yang diisi dengan mika, felspar, dan hornblende (sejenis bebatuan biasa) yang dipungutnya di jalan.

Pangeran-pangeran lainnya tergelak terbahak-bahak dengan amat menghina kala melihat hadiah mentereng namun tak berharga yang dibawakan oleh pangeran kelima untuk sang Putri. Namun sang Putri mengamatinya dengan minat yang tinggi, bahkan sampai memekik kesenangan. Sepanjang hidupnya ia dilimpahi bebatuan mulia dan logam yang tak ternilai, namun ia tak pernah melihat timah sebelumnya ataupun mika, felspar, dan hornblende. Peti dari timah itu ditempatkan di samping hati dari batu delima yang ditembusi oleh anak panah dari zamrud.

“Sekarang,” sang Raja bersabda pada anak perempuannya, “kau harus memilih hadiah mana yang paling kau suka dan menikahi pangeran yang membawakannya.”

Sang Putri tersenyum, melangkah menuju meja, dan mengangkat hadiah yang paling disukainya, yaitu kotak perhiasan dari platina dan safir, persembahan dari pangeran ketiga.

“Beginilah yang kubayangkan,” ucapnya. “Ini adalah kotak yang sangat besar dan mahal. Ketika aku menikah, aku akan menemui banyak penggemarku yang akan menghujaniku dengan permata-permata berharga, yang akan mengisi kotak ini hingga penuh. Oleh karena itu, inilah yang paling bernilai di antara hadiah-hadiah lainnya yang diberikan para peminangku untukku, dan aku sangat menyukainya.”

Sang Putri menikah dengan pangeran ketiga pada hari itu juga dengan perayaan yang gempita. Lebih dari seratus ribu mutiara dilemparkan kepadanya dan ia menyukainya.

Moral: Barangsiapa mengira sang Putri akan memilih peti dari timah yang diisi bebatuan tak berharga ketimbang salah satu daripada hadiah-hadiah lainnya, akan dengan sudi tetap di kelas dan menulis sebanyak seratus kali di papan, “Saya lebih memilih sebungkal silikat aluminium daripada kalung berlian.”  



Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar