Laman

20170927

Sebuah Kisah yang Mencerahkan (Fernando Sorrentino, 2001)

Ada seorang pengemis yang sangat jujur.
Suatu hari ia mengetuk pintu sebuah rumah besar yang mewah. Seorang pelayan keluar dan berkata, “Ya, tuan. Apa yang kau inginkan, bujang?”
Si pengemis menjawab, “Demi kasih Tuhan, sedekah barang sedikit saja.”
“Saya harus bilang dulu pada nyonya rumah ini.”
Si pelayan pun menanyakan pada nyonya rumah. Nyonya rumah yang sangat kikir menjawab, “Jeremiah, berilah si bujang itu roti. Satu saja. Kalau bisa, roti yang kemarin.”
Jeremiah, yang diam-diam jatuh cinta pada majikannya, karena ingin menyenangkan hati nyonyanya itu pun mencari roti yang sudah basi dan sekeras batu, kemudian menyerahkannya pada si pengemis.
“Nih, bujang,” ucapnya, tidak lagi memanggil tuan pada pengemis itu.
“Tuhan memberkatimu,” sahut si pengemis.
Jeremiah menutup pintu kayu raksasa rumah itu, dan si pengemis pun pergi membawa serta rotinya. Ia tiba di sebidang tanah kosong tempat ia menghabiskan hari-harinya. Duduklah ia di bawah pohon, dan mulai memakan roti itu. Tiba-tiba ia mengigit suatu benda keras dan merasakan gerahamnya pecah berkeping-keping. Terkejut benar ia saat mengeluarkan, bersama pecahan gerahamnya, sebuah cincin emas yang indah, bertatahkan mutiara dan intan.
“Betapa mujurnya,” ia membatin. “Aku akan menjual ini dan memiliki uang untuk waktu yang lama.”
Namun kejujurannya segera menang: “Tidak,” sambungnya. “Aku akan mencari pemilik cincin ini dan mengembalikannya.”
Di sebelah dalam cincin itu terpahat inisial J.X. Karena bukan pemalas dan tidak pula bodoh, si pengemis mendatangi sebuah toko dan meminjam buku telepon. Ia mendapati bahwa di seluruh kota itu hanya ada satu keluarga yang namanya dari huruf X: keluarga Xofaina.
Sembari diliputi kegembiraan karena dapat mengamalkan kejujurannya, si pengemis pun berangkat ke rumah keluarga Xofaina. Takjublah ia ketika melihat bahwa di rumah itu jugalah ia diberikan roti yang mengandung cincin itu. Ia pun mengetuk pintu rumah.
Jeremiah muncul dan menanyai pengemis itu, “Apa yang kau inginkan, bujang?”
Si pengemis menjawab, “Saya menemukan cincin ini di dalam roti yang dengan murah hati Anda berikan pada saya beberapa waktu lalu.”
Jeremiah mengambil cincin itu dan berkata, “Saya akan menyampaikan ini pada nyonya rumah.”
Jeremiah menanyakan pada nyonya rumah. Nyonya rumah yang gembira berseru, hampir-hampir seperti bernyanyi kedengarannya, “Beruntunglah diriku! Inilah cincin yang kuhilangkan minggu lalu, sewaktu aku menguleni adonan roti! J. X. ini inisial dari namaku: Josermina Xofaina.”
Setelah menimbang-nimbang sejenak, nyonya rumah menyambung, “Jeremiah, pergilah dan berikan si bujang itu apa pun yang dihendakinya sebagai hadiah. Asal jangan yang mahal-mahal.”
Jeremiah kembali ke pintu dan berkata pada si pengemis, “Bujang, sampaikan yang kau inginkan sebagai ganjaran atas perbuatan baikmu.”
Si pengemis menjawab, “Roti saja untuk menghilangkan lapar.”
Jeremiah, yang masih mencintai majikannya, karena ingin menyenangkan nyonyanya itu pun mencari roti yang sudah lama lagi sekeras batu, lalu menyerahkannya pada si pengemis.
“Ini, bujang.”
“Tuhan memberkatimu.”
Jeremiah menutup pintu kayu raksasa itu, dan si pengemis pun pergi membawa serta rotinya. Ia tiba di sebidang tanah kosong tempatnya menghabiskan hari demi hari. Duduklah ia di bawah pohon dan mulai memakan rotinya. Tiba-tiba ia mengigit sebuah benda keras dan pecah lagi satu gerahamnya berkeping-keping. Terkejutlah ia saat mengambil, bersama dengan pecahan gerahamnya yang lain itu, sebuah cincin emas yang indah, bertatahkan mutiara dan intan.
Lagi-lagi ia melihat ada inisial J. X. Lagi-lagi ia mengembalikan cincin itu pada Josermina Xofaina dan sebagai ganjarannya menerima roti, yang di dalamnya ia menemukan cincin yang lagi-lagi ia kembalikan dan, sebagai ganjarannya, roti lagi, yang di dalamnya ….
Sejak hari yang mujur itu hingga hari celaka ketika ia meninggal, si pengemis hidup bahagia tanpa masalah keuangan. Ia tinggal mengembalikan cincin yang ditemukannya di dalam roti setiap hari.[]



Kisah ini diterjemahkan dari versi bahasa Inggris Clark M. Zlotchew.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar