Laman

20191120

The Moneyless Manifesto: 4. Strategi peralihan dan tantangan (Mark Boyle, 2012)

Lokalisasi mungkin tidak begitu praktis, namun mau tidak mau tidak ada alternatif lain.
– Dr. David Fleming

Orang-orang yang tertarik dengan gagasan hidup sepenuhnya bebas niscaya menghadapi rintangan yang, karena alasan apa pun, tidak berhasil dilalui pada awal percobaan. Alasan yang paling sering disebutkan berupa rintangan dari luar: tidak punya tanah, pajak, persyaratan izin perencanaan berikut pendirian hunian mandiri yang berdampak rendah[1], dan seterusnya.
Semua contoh tersebut merupakan rintangan besar yang mungkin terjadi, sebagian besar berakar dari kenyataan dunia kita kini dan cukup membebani, terutama bagi orang-orang yang sedang berusaha untuk mengurangi keterikatannya dengan ekonomi mesin alih-alih meningkatkannya. Akses terhadap tanah—seperti izin dan peraturan, harga tanah, serta properti pribadi—merupakan persoalan yang terpenting. Namun banyak di antara tantangan ekonomi dan sosiopolitik ini merupakan hambatan pribadi dan internal yang kita ciptakan sendiri yang mencegah kita dari menjalani hidup penuh kesederhanaan, kebebasan, dan petulangan yang semarak. Menganggap persoalan tanah sebagai masalah pokok berarti melewatkan kisahan kebudayaan mendasar yang mengawali timbulnya pemikiran tersebut. Toh peraturan dan kebijakan pemerintah dibuat oleh manusia juga, meskipun adakalanya menggelitik untuk mempertanyakan apakah orang-orang yang memaksakan hal tersebut benar-benar dari genus Homo, terutama ketika kita sedang berhadapan dengan mereka.
Mahatma Gandhi, Luddite[2] teragung di dunia, pernah mengatakan “keyakinanmu menjadi pemikiranmu. Pemikiranmu menjadi perkataanmu. Perkataanmu menjadi tindakanmu. Tindakanmu menjadi kebiasaanmu. Kebiasaanmu menjadi nilaimu. Nilaimu menjadi takdirmu.” Ada kebenaran dalam pernyataan ini baik dalam taraf individual maupun kolektif, namun rasanya terlalu linear padahal kehidupan dan kebudayaan bergerak secara spiral, bukan berupa garis lurus. Apabila Sang Jiwa Agung[3] mau repot-repot berunding dengan saya sebelum membuat komentar gegabah tersebut, saya akan menyarankan ia mengulang akhir pernyataannya dengan nilaimu menjadi budayamu. Budayamu menjadi keyakinanmu. Tidak ada takdir, tidak ada destinasi, melainkan perjalanan memutari spiral tanpa henti.
Kebijakan pemerintah dewasa ini diawali dengan seperangkat keyakinan yang berlain-lainan, yang terus mengubah diri menjadi berbagai kisahan, yang kemudian berkawin silang dan menghasilkan versi baru. Kini kita memiliki kisahan tentang orang yang dapat memiliki sepetak Bumi, lalu menuntut bayaran dari setiap orang yang berada di atasnya. Kemudian ada kisahan tentang uang; kisahan antroposentris mengenai Seorang Agung di Langit yang menjadikan segalanya bagi Umat Manusia dan yang Disebut Terakhir ini kemudian memiliki dominasi serta dapat berbuat apa pun yang dihendaki-Nya; kisahan menurut Descartes; kisahan menurut Newton; kisahan menurut Darwin; hingga kisahan yang dibuat Smith, Marx, dan Friedman. Ada kisahan tentang cadangan minimum perbankan di mana majikan kita—bank—secara ajaib memproduksi uang entah dari mana lalu meminjamkannya pada kita dengan cara yang berarti kita harus memberi mereka bukan hanya modal yang mereka tanam, melainkan juga bunga, dengan menggunakan uang yang berasal dari jerih payah kita. Jangan juga lupakan kisahan bahwa sekarang hanya burung, luak, dan binatang liar lainnya yang boleh membuat sarang sendiri dari material setempat—kisahan serupa yang memaksa manusia, dari masa ke masa, untuk ditagih, diawasi, dan diatur dalam segala hal. Ini juga merupakan bagian dari kisahan bahwa Kebebasan itu untuk Alam, dan kita berada di luarnya.
Ini semua mitos, bermula dengan keyakinan yang berasal dari masa lampau, ketika kisahan-kisahan yang dihasilkan itu boleh jadi bermanfaat. Selama berabad-abad kisahan-kisahan ini bercampur dengan kisahan-kisahan lain yang timbul, melahirkan kisahan-kisahan kecil yang jika ditilik kini terasa menggelikan dan tidak berarti bagi tantangan-tantangan nyata yang kita hadapi.
Walau demikian, kebanyakan dari spesies kita masih memercayai kisahan-kisahan ini dan membenarkannya, sehingga kita harus menemukan cara untuk bekerja sama dengannya, di dalamnya, dan kadang pula di seputarnya. Bukan prestasi kecil. Tetapi karena itulah, pada bab ini, saya bertujuan menilik sebagian rintangan utama baik internal maupun eksternal yang barangkali menghalangi perjalanan Anda menuju kehidupan di luar uang, atau memalang pintu gerbang ke jalan setapak yang mengarah pada transportasi, pangan, perumahan, hiburan, dan destinasi lainnya yang bebas-uang. Bila perlu saya akan menawarkan cara yang mungkin untuk memutari rintangan ini. Jika saya tidak memiliki solusi, saya akan mengatakannya, dan berharap salah seorang dari Anda nantinya mempersembahkan solusi begitu Anda memperolehnya. Ini bagian dari proses yang digambarkan Rob Hopkins, salah seorang pelopor Transition Network, sebagai terurainya kegeniusan kolektif masyarakat.




[1] Ungkapan “hunian berdampak rendah” biasanya berkenaan dengan dampak ekologis minimal dari rumah sebagai demikian terhadap lanskap dan planet. Walau begitu, saya cenderung berpendapat hunian semacam ini “berdampak tinggi”, karena dapat menjadi contoh menginspirasi bagi orang-orang yang melihatnya mengenai solusi terhadap banyaknya tantangan yang kita hadapi.
[2] Sekelompok pekerja tekstil di Inggris pada abad ke-18 yang merasa terancam oleh revolusi industri dan melakukan aksi penghancuran mesin. Sebutan ini kemudian ditujukan bagi siapa pun yang menentang kemajuan teknologi. (penerj.)
[3] “Mahatma” berarti “jiwa yang agung”, julukan ini diberikan penyair Tagore pada Gandhi



Artikel Terkait



2 komentar:

  1. Hai ka. Slm kenal
    sy mau tanya klo mau nerjemahin novel/cerita lain di blog pribadi, harus izin dulu ya? At blh langsung tulis aja? Mhn di jawab ya ka. Tq

    BalasHapus
  2. Salam kenal. Sejauh ini, saya langsung publish aja, asal mencantumkan sumbernya, dan belum ada teguran kalau2 ada pihak yang berkeberatan. Banyak juga blog pribadi lain yang publish hasil terjemahannya entah pakai izin dulu atau enggak. Sepertinya yang wajib minta izin itu kalau penerjemahannya untuk keuntungan komersial.

    BalasHapus