Laman

20210228

Kuda-kudaan Pembawa Keberuntungan (2/2) (David Herbert Lawrence, 1926)

“Oh, yah, kadang, aku yakin sepenuhnya, sewaktu dengan Daffodil,” kata anak itu; “dan kadang-kadang aku dapat ilham; dan kadang-kadang aku sama sekali enggak ada ilham, ya kan, Bassett? Kalau begitu kami berhati-hati, karena biasanya kami kalah.”

“Dan ketika kamu yakin, sewaktu dengan Daffodil, apa sebabnya kamu yakin, Paul?”

“Oh, yah, entahlah,” kata si anak dengan suara gelisah. “Aku yakin saja, begitulah, Paman; itu saja.”

“Seolah-olah ilhamnya datang dari surga, tuan,” ulang Bassett.

“Kelihatannya seperti itu,” sahut si paman.

Namun ia bergabung juga dengan mereka. Dan ketika tiba saatnya balapan lagi, balapan Leger, Paul “yakin” dengan Percik Semangat, yang bukanlah kuda penting. Anak itu menetapkan untuk bertaruh seribu paun pada kuda tersebut, Bassett lima ratus, sedangkan Oscar Creswell dua ratus. Percik Semangat masuk pertama, dan hasil taruhannya pun telah menjadi sepuluh banding satu untuk mereka. Paul memperoleh sepuluh ribu paun.



20210221

Kuda-kudaan Pembawa Keberuntungan (1/2) (David Herbert Lawrence, 1926)

Tersebutlah seorang wanita cantik. Ia memiliki segala kesempatan, namun tidak dengan keberuntungan. Ia menikah karena cinta, namun cinta itu berubah jadi debu. Ia dikaruniai anak-anak yang molek, namun merasa terpaksa mengasuh mereka, sehingga tidak dapat mengasihi anak-anaknya itu. Anak-anak itu pun bersikap dingin kepada ibu mereka, seakan-akan mendapati kesalahannya. Segeralah ia merasa perlu menutupi kesalahan pada dirinya itu. Namun ia tidak dapat mengetahui mananya yang mesti ditutupi. Walau begitu ketika anak-anaknya hadir, ia selalu merasakan lubuk hatinya mengeras. Ia terusik, dan sikapnya kepada anak-anaknya pun menjadi lebih lembut dan khawatir, seakan-akan ia begitu mengasihi mereka. Hanya dirinya seorang yang mengetahui bahwa di lubuk hatinya ada suatu titik keras yang tak dapat merasakan cinta, tidak, tidak kepada seorang pun. Semua orang berpendapat tentang dia, “Betapa baiknya ia sebagai ibu. Sayang kepada anak-anaknya.” Hanya dirinya seorang, beserta anak-anaknya, yang mengetahui tidaklah demikian halnya. Terlihat dari tatapan mereka kepada satu sama lain.



20210214

Welcome to the N. H. K. Bab 04 Jalan Menuju Kreator Bagian 2 (Tatsuhiko Takimoto, 2007)

Kembali ke gedung apartemenku, aku menginterogasi tetanggaku. “Yamazaki, bagaimana caranya jadi kreator?”
“Eh? Kenapa ini, kok tiba-tiba?”
“Aku harus segera jadi kreator. Kamu mahasiswa Institut Animasi Yoyogi, kan? Kamu tahu banyak kan soal yang begituan?”
“Enggak. Yah, kurasa iya. Serius nih?”
“Aku serius. Aku sungguh-sungguh serius. Apa saja boleh deh. Pokoknya beri tahu saja bagaimana supaya aku bisa segera jadi kreator! Tolong, ya?”
“Teleponnya kututup, ya. Datanglah ke kamar.”
Kejutan dari situasi ini cukuplah hingga memaksaku untuk menelepon tetangga sebelahku. Panggilan telepon ini yang pertama kalinya sejak berbulan-bulan.


20210207

Welcome to the N. H. K. Bab 04 Jalan Menuju Kreator Bagian 1 (Tatsuhiko Takimoto, 2007)

Pintu keluarnya tertutup. Tak bisa kulihat harapan. Tak ada yang bisa kulakukan. Dan gara-gara suatu lamunan bodoh tentang N.H.K. sebagai organisasi keji yang menguasai dunia, aku bahkan kehilangan cara untuk berbalik haluan.
Saat itu musim semi yang terisi oleh kegelisahan menekan tak tersudahkan—musim semi yang membuatku ingin meniru Vincent Gallo di Buffalo 66[1]. Memasuki kamar mandi, aku mencengkam kepalaku dan mengerang, “Aku enggak bisa terus hidup.”
Aku harus mati.
Meski begitu, ada yang berbeda hari ini. Ada suatu hal mengejutkan yang terjadi tadi.
Ketika bangun pukul satu siang, aku menemukan selembar kertas yang tidak biasanya di lubang surat. Kuambil kertas itu, dan menelitinya.
Kertas itu riwayat hidup yang kutulis beberapa hari lalu untuk pekerjaan paruh waktu di kafe manga. Aku menulisnya khusus untuk melamar pekerjaan itu, ingatan yang sekarang ingin kulupakan saja sepenuhnya.