Laman

20240806

Maskapai Penerbangan Petani (1/3) (Yasutaka Tsutsui, 1979)

Taifun mulai berembus begitu kami meninggalkan ibu kota. Semua kereta dan kapal ditunda, terpaksa kami terhenti di luar jadwal. Saat itu pagi hari ketiga—pagi terakhir dari tiga hari perjalanan—ketika kami akhirnya melayangkan pandang pada tujuan kami: Pulau Tetek.

“Ah. Pantas saja dinamakan begitu.” Fotograferku Hatayama menunjuk ke seberang laut. Pulau itu memiliki satu gunung bundar di tengah-tengahnya. Tepatnya, gunung itulah pulaunya.

Kami menyeberang dengan perahu nelayan, terhuyung-huyung ke segala arah menuruti gerakan ombak.

“Adakah legenda tentang pulau itu?” tanyaku kepada si nelayan yang sedang mendayung.

“Apa jadinya kalau ada,” jawabnya diiringi raut masam. “Lihat saja bentuknya. Pastilah ada satu-dua cerita. Sama saja seperti pulau lainnya. Tapi itu rahasia kami. Kalau sampai legenda kami tersebar, turis bakal berdatangan. Tempat ini akan rusak.”