Laman

20151127

Terlalu (Fernando Sorrentino, 2001)

Aku tidak begitu suka bergaul dan sering kali aku lupa pada teman-temanku. Setelah dua tahun berlalu, pada suatu hari di bulan Januari 1979—cuacanya panas sekali—aku mengunjungi seorang teman yang mengidap semacam ketakutan berlebihan. Namanya tidak penting. Panggil saja dia—sebut saja—Enrique Viani.

Pada suatu Sabtu di bulan Maret 1977, jalan hidupnya berubah.

Rupanya, sewaktu sedang berada di ruang tamu rumahnya, di dekat pintu menuju balkon, Enrique Viani mendadak melihat seekor laba-laba yang “sangat besar”—menurutnya—di sepatunya sebelah kanan. Seketika dia berpikir inilah laba-laba terbesar yang pernah dia saksikan dalam hidupnya, saat tahu-tahu hewan itu beranjak dari sepatunya dan menyusup ke dalam kaki celananya, di antara kaki dan kain celana.

Enrique Viani merasa—menurutnya—mati ketakutan.  Belum pernah dia mengalami kejadian yang sebegitu tak mengenakkan. Saat itu juga dia teringat pada petunjuk yang pernah dibacanya entah di mana, yaitu: 1) semua laba-laba, tanpa kecuali, sekalipun yang berukuran paling kecil, mengandung bisa dan dapat menyuntikkannya; dan, 2) laba-laba menyengat hanya ketika merasa diserang atau diganggu. Oleh karena itu, laba-laba berukuran besar pasti mengandung banyak bisa yang berdaya racun tinggi. Maka Enrique Viani berpikir bahwa tindakan paling bijaksana yang dapat diperbuatnya adalah tetap diam. Sedikit saja dia bergerak, serangga itu pasti akan menyuntikkan bisa dalam dosis yang mematikan.


20151118

On The Road Bagian 1 Bab 2 (Jack Kerouac, 1957)

Pada Juli 1947, setelah menabung sekitar lima puluh dolar dari tunjangan veteran, aku siap untuk pergi ke Pesisir Barat. Temanku, Remi BoncÅ“ur, telah menulis surat padaku dari San Fransisco. Katanya aku boleh ikut berlayar bersamanya dengan kapal pesiar keliling-dunia. Dia berjanji dapat menyusupkan aku ke ruang mesin. Aku membalas suratnya dan berkata aku bakal puas dengan kapal pengangkut usang yang mana saja asalkan aku bisa jalan-jalan ke Pasifik beberapa lama dan pulang membawa cukup uang untuk menunjang hidupku di rumah bibi sementara aku menyelesaikan bukuku. Dia bilang dia punya pondok di Mill City dan aku bisa menulis sepuasnya di sana sementara kami membahas soal cara masuk ke kapal. Dia tinggal dengan seorang perempuan bernama Lee Ann. Menurutnya Lee Ann pintar masak jadi segalanya akan beres. Remi itu kawan lama dari SMA, orang Prancis yang besar di Paris dan edan betul—entahlah seedan apa dia sekarang. Jadi dia berharap aku sampai dalam sepuluh hari. Bibiku setuju soal lawatanku ke Barat. Menurutnya ini akan baik untukku. Aku telah bekerja keras selama musim dingin dan terlalu lama di dalam rumah. Ia bahkan tidak keberatan saat aku bilang aku mungkin harus menebeng. Yang dipintanya cuma supaya aku kembali dengan utuh. Maka, setelah melipat selimutku yang nyaman untuk terakhir kali, dan meninggalkan naskah pentingku yang separuh jadi di atas meja, pagi-pagi aku berangkat demi Samudra Pasifik dengan tas kanvas berisi beberapa barang pokok beserta lima puluh dolar di kantong.


20151109

Dunia Alam (John Clare, ----)

Aku sering menudungi mataku dengan topi demi mengamati burung lark[1] membubung atau elang bergantung di langit musim panas, serta layang-layang berputar mengitari hutan. Aku sering berlama-lama di tepi hutan demi mendengar burung-burung merpati mengepakkan sayap di antara pohon-pohon ek hitam. Aku senang mencari bunga-bunga yang unik dan menggumamkan pujian padanya. Aku cinta padang rumput dan keriuhannya, tumbuhannya yang berduri, serta jalur jejak biri-biri yang membelahnya. Aku memuja rawa liar serta bangau penyendiri yang melintas di atas langitnya yang muram. Aku senang menjelajahi padang di antara liang-liang kelinci dan furze[2] yang berbunga emas. Aku merebahkan diri di atas bukit berlumut atau gundukan tikus mondok yang ditumbuhi thyme demi melihat pemandangan musim panas … Aku memerhatikan ladang-ladang yang terhampar rata, dengan petak-petak yang berbeda-beda warnanya seperti pada peta; semanggi berwarna tembaga yang sedang berbunga; rumput hijau kecokelatan yang sudah masak; jelai dan gandum yang warna-warninya lebih cerah seperti campuran antara sorot matahari senja pada bunga charlock[3] dan tiruannya pada orang yang mengidap sakit jengkering[4]; tongkol-tongkol jagung biru[5] menyesakkan warnanya yang indah menyerupai lautan luas pada tanah, mengusik ladang dengan kecantikannya yang rawan; pepohonan hutan yang hijaunya beragam-ragam, pohon ek hitam, pohon ash pucat, pohon limau ranum, dan pohon poplar putih menatap dari atas tumbuhan lainnya bagaikan menara berdaun, pohon willow hijau yang bersinar sejuk dalam terang matahari, seakan embun pagi masih bergelayut pada hijaunya yang adem. Aku cinta padang rumput di danau serta bendera-benderanya dan warna ungu di sepanjang tepian airnya. Aku suka mendengar bisikan angin di sela alang-alang bermahkota bulu, melihat lidi air mengangguk-angguk lembut pada air yang beriak; dan pada malam-malam panen aku suka menyaksikan matahari yang keras kepala turun di balik penjara dan mengintip lagi dalam rupa lengkung setengah lingkaran seakan ia tak ingin pergi … Aku terpesona mengamati semua ini sejak dulu. Namun aku tak tahu apa-apa tentang puisi. Itu terasakan namun tak terutarakan.[]



Dari  Nature Writing: The Tradition in English, Ed. Robert Finch & John Elder, 2002, W. W. Norton & Company. Teks rujukan dapat dilihat di sini.




[1] Sejenis burung kicauan dari famili Alaudidae
[2] Sejenis semak berduri dari genus Ulex dan famili kacang-kacangan, tumbuh sepanjang tahun di Eropa
[3] Sejenis rumput yang tumbuh di kawasan Eropa dan Asia, berbunga kuning, dengan daun dan batang berbulu
[4] Penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman. Kuman tersebut menghasilkan zat racun yang menimbulkan bercak-bercak merah menyala pada kulit.
[5] Varietas jagung yang tumbuh di Meksiko dan Amerika Serikat barat daya, pertama kali dibudidayakan oleh suku Hopi (penduduk asli Amerika)