Laman

20190613

The Moneyless Manifesto: Divisi Tenaga Kerja dikawinkan dengan uang (Mark Boyle, 2012)

Ini prinsip sederhana lainnya, berawal dari kali pertama manusia bekerja sama. Elemen yang telah berubah hanyalah presisi kejadiannya. Tidak pernah ada spesialisasi tenaga kerja dengan divisi yang semakin klinis sebagaimana pada dewasa ini. Kompleksitas dan spesialisasi yang terus meningkat ini erat hubungannya dengan perkembangan kapitalisme dan masyarakat industri. Keuntungannya hampir sama dengan yang diperoleh dari peningkatan skala ekonomi: pertumbuhan efisiensi, pertumbuhan teknologi ajaib, serta penghematan tenaga kerja per dolar yang dihasilkan. Namun diam-diam ada biaya sangat besar yang mesti dibayarkan, biaya yang masyarakat waras mana pun akan menganggapnya tidak sepadan.
Salah satu biaya peluang ini ialah kebutuhan kita untuk menjalani kehidupan yang bahagia, bervariasi, dan bebas berkreasi, di mana yang kita kerjakan setiap hari adalah pekerjaan yang kita cintai. Tentu masih ada orang-orang yang mencintai pekerjaannya, namun mereka semakin menyerupai pengecualian yang menentukan aturan. Kebanyakan dari kita, yang pekerjaannya menyokong kehidupan sedikit orang yang beruntung ini (mereka yang diminta merancang gambar Google terbaru atau memainkan pertunjukan solo akustik bagi 50.000 penggemar), membenci Senin Pagi dan mencintai Jumat malam karena suatu alasan. Sedikitnya karena kesalahan kita sendiri, pekerjaan yang kita peroleh diulang-ulang, membosankan, tidak memuaskan, dan menyia-nyiakan karunia berharga yaitu kehidupan kita. Lebih buruk lagi, kita mulai menyadari itu. Karena itulah antidepresan, klinik, bunuh diri, kejahatan pidana, dan peralihan pada semua hal semacam itu merupakan upaya untuk mengisi kekosongan eksistensial yang timbul karena melakukan pekerjaan yang tidak memupuk jiwa ataupun raga kita.
Kalau masalahnya cuma ini, saya tidak akan sebegitu prihatin. Setidaknya peralihan-peralihan tersebut hanya akan berbahaya bagi mereka yang merasa akan mendapatkan keuntungan sekaligus dari padanya. Namun ketika seseorang menghabiskan lebih dari empat puluh jam seminggu di kantor untuk mengocok kertas elektronik dari satu kotak masuk ke kotak masuk berikutnya, mereka hampir tidak memiliki hubungan dengan Alam selebihnya, atau dengan barang yang mereka konsumsi. Ketiadaan hubungan serupa ini mengarah pada kekosongan yang disumpal oleh eskapisme seperti konsumerisme.
Ketiadaan hubungan juga mengarah pada kurangnya pengetahuan tentang, atau empati dan kepedulian pada, segala hal dan semua orang yang terlibat dalam rantai pasokan produk yang dengannya kita mengisi kekosongan kita. Berapa banyak orang yang memikirkan perang di Irak saat mereka mengisi bensin di SPBU? Apakah Anda memikirkan bagaimana kejadiannya sehingga minyak tersebut dapat masuk ke tangki Anda? Kalau tidak, bolehkah saya menanyakan mengapa tidak? Saya yakin secara intelektual Anda peduli, namun tiadanya hubungan itu berarti kepedulian tersebut tidak meresap ke dalam hati Anda, peresapan yang hanya berdampak sepenuhnya bila Anda melihat tangis pedih mengaliri wajah seorang ayah Irak yang kehilangan empat anggota keluarga dekatnya, hanya supaya kita dapat menyetir ke pedesaan dan bertamasya alam seharian.
Lagi-lagi Anda mungkin menyangsikan hubungannya ini dengan uang. Begitu Anda menciptakan sarana seperti uang Anda pun mulai melintasi jalan menuju divisi tenaga kerja yang berspesialisasi. Ekonom seperti Adam Smith menyatakan bahwa atas alasan ini pulalah uang tercipta pada awalnya—yang memungkinkan Maria membuat bir sedang Miki memanggang roti, dan mereka berdua dapat bertukar hasil kerja mereka dengan lebih mudah daripada setiap kali harus menghitung berapa banyak tong bir yang setara dengan sebungkal roti.
Menurut Graeber, sebagian besar bukti antropologis membantah adanya “negeri khayalan tentang barter” ini,[1] tempat yang hanya dapat digambarkan sebagai sebuah mite ekonomi, namun mudah dimaklumi sebabnya pernyataan Smith ini menguntungkan pernyataan para ahli ekonomi bahwa keadaan tersebut sekadar buah alami dari kemajuan dan perkembangan umat manusia. Terlepas dari apakah Anda menyetujui Graeber atau Smith (walau tidak ada secarik pun bukti antropologis yang menyetujui Smith), ciptakan konsep yang secair uang dan peningkatan skala ekonomi serta divisi tenaga kerja pun segera datang sesudahnya. Terus gabungkan ketiganya dengan kompleksitas yang menjadi-jadi, dan keadaan pun menjadi kacau-balau.
Dengan sendirinya divisi tenaga kerja merupakan gagasan bagus. Demikian halnya dengan skala ekonomi, divisi tenaga kerja hanya menjadi persoalan sosial dan ekologi ketika dikawinkan dengan gagasan akan uang. Perkawinan itu menciptakan disharmoni dalam ekonomi yang berdasarkan ekologi, sama halnya dengan spesies invasif yang baru dimasukkan dapat menimbulkan malapetaka di wilayah permukaan Bumi. Tanpa uang, divisi tenaga kerja di masyarakat kecil mana pun akan mencapai tingkat optimalnya, alih-alih tingkat maksimal. Perbedaan antara optimal dan maksimal sangatlah penting. Efisiensi, seperti segala sesuatu selainnya, ada tingkat optimalnya. Maka sementara setiap orang berhenti mengerjakan setiap hal sendirian—yang akan menuju keadaan ekstrem konyol lainnya—masyarakat akan berkecukupan sebagai sebuah kesatuan, dan hidup pun dapat menjadi jauh lebih bervariasi, lebih guyub, lebih otonom, dan bebas.




[1] Graeber, David (2011). Debt: The First 5.000 Years. Melville House Publishing. pp. 22-28.



Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar