Laman

20190620

The Moneyless Manifesto: Uang menyebabkan penghamburan (Mark Boyle, 2012)

Sewaktu saya hidup tanpa uang selama dua setengah tahun, saya tidak membuang apa pun, sebab segalanya berharga. Kapan pun saya meninggalkan karavan untuk kencing di bawah pohon buah pada malam musim dingin yang gelap, saya memadamkan lilin lebah untuk menghemat benda yang bagi saya merupakan sumber daya terbatas. Kapan pun saya tersandung batang pohon yang tergeletak mati pada musim panas, saya mengambilnya dan menyimpannya untuk dibakar pada musim dingin. Jika saya menemukan macis di jalan, saya memungutnya dan menggunakannya, karena itu dapat menghemat dua puluh menit waktu saya untuk menyalakan api dengan busur penggerek (bow drill). Setiap potong makanan yang saya punya merupakan sisa, dan makanan buangan orang lain pula. Koran yang tergeletak di selokan menjadi penyulut api. Jika saya memiliki delapan botol sari apel untuk bertahan hidup sepanjang musim dingin, saya meminumnya sedikit-sedikit saat keadaan mendesak, dan bukannya satu botol dalam sekali minum. Segala sesuatunya antara bekas dipakai atau dipakai ulang, termasuk buangan yang asalnya dari tubuh saya sendiri. Hidup itu siklis, bukan linear.
Pada waktu menulis buku ini saya kembali pada ekonomi moneter selama lebih dari lima bulan seraya merencanakan dan mengurus eksperimen tahap selanjutnya. Perlahan saya mendapati diri saya berbuat hal-hal yang tidak akan saya lakukan ketika hidup tanpa uang. Kini terkadang saya membiarkan lampu menyala sewaktu meninggalkan ruangan, serasa energi di balik saklar tidak ada habisnya. Saya tidak memanfaatkan makanan sisa untuk apa pun mendekati taraf yang biasanya. Jika saya melihat pulpen di jalan, saya tidak repot-repot memungutnya—pulpen baru yang bersih hanya 20 sen di toko pojok jalan. Saya tidak memotong-motong kayu lagi karena ada gas yang dikirimkan ke kamar saya utuh-utuh dari Norwegia. Daftarnya masih panjang, tidak terhingga.
Ketika kita terhubung dengan apa yang kita gunakan, atau ketika memperoleh atau membuat sesuatu yang baru tidak semudah pergi ke toko, kita menghargai itu dan niscaya tidak akan menyia-nyiakannya. Anda paham betapa banyaknya waktu dan energi yang Anda atau kenalan Anda berikan untuk itu. Uang memutus hubungan kita dari barang dan jasa lewat skala ekonomi besar-besaran serta divisi tenaga kerja berspesialisasi tinggi yang difasilitasinya. Pemutusan hubungan itu menggiring pada besarnya tingkat penghamburan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Tentu bukanlah logika ekonomi konvensional, yang justru mengajukan kebalikannya, pernyataan bahwa mengenakan bayaran berupa uang atas energi dan sumber daya kepada masyarakat, entahkah lewat kenaikan harga atau pajak, mengatur dan berpotensi membatasi penggunaannya. Kelihatannya ini argumen valid, namun ini sulapan yang memalingkan perhatian Anda dari arah berlangsungnya tipu daya.
Biar saya jelaskan sendiri jika Anda berkenan. Perbedaannya ada pada sudut pandang. Ketika para ekonom melihat, misalnya saja, satu dari tiga belas miliar liter minyak (melalui seluk-beluk perkawinan celaka keekonomian) dengan efisiensi berlebih diubah menjadi plastik, pestisida, bahan bakar, dan mainan setiap hari, mereka tidak memersepsikannya sebagai penghamburan, karena kegunaannya yang efisien dan pada gilirannya mengubah sebagian Bumi menjadi kekayaan finansial dan material bagi kita manusia. Dalam kaitannya dengan penghamburan, perhatian pokok mereka yaitu sumber daya “kita” dimanfaatkan secara efisien dan diubah menjadi materi yang dapat dipasarkan, setelah diekstraksi dan diubah bentuknya pada taraf yang jauh melampaui taraf optimalnya bagi kelestarian dan kesehatan diri kita baik secara egosentris maupun holistis. Dalam konteks demikian, pengendalian sumber daya dapat dilakukan dengan harga moneter, setidaknya secara teoretis.
Meski demikian, saya punya perspektif lain, dan saya yakin ini penting. Ketika saya melihat para pria dan wanita membanting tulang di pengeboran minyak, mengisap keluar sebagian Bumi yang sebaik-baiknya dibiarkan saja di tempat asalnya, hanya supaya kita bisa membuat makanan cepat saji, telepon seluler, dan mainan plastik bagi anak-anak kita saat Natal, yang saya lihat hanyalah penghamburan: penghamburan habitat spesies lain, air dan udara bersih, serta kehidupan para pekerja yang menghabiskan sebagian dari kehidupan mereka yang berharga dengan mengekstraksi minyak supaya kita dapat menghamburkannya secara efisien. Jika kita harus bertanggung jawab menghasilkan semua energi kita sendiri dengan cara yang sungguh-sungguh lestari, maka kita akan terhubung secara lebih mendalam dengan proses yang diperlukan untuk itu, tidak mungkin kita akan menggunakan waktu, sumber daya, serta kesehatan (mental, emosional, spiritual, dan fisik) kita, untuk menyapu bersih sungai atau lahan untuk memproduksi bermega-megaton barang dagangan bagi anak-anak atau obat penenang elektronik bagi orang-orang dewasa.
Skala ekonomi mempersyaratkan teknologi tinggi sekaligus mendesak agar kita tidak berbagi, agar kita semua memiliki satu dari segala sesuatunya, yang mengakibatkan keadaan yang kita alami sekarang di mana kita semua menimbun barang di lemari dan loteng yang mungkin hanya digunakan setahun sekali, mungkin juga tidak sama sekali. Pastinya tetangga Anda pun menimbun barang serupa. Jika kita semua harus berbagi barang-barang semacam ini, dan memiliki lima mesin pemotong rumput berteknologi tinggi (alih-alih lima ratus) per daerah, mesin pemotong rumput seperti itu tidak akan pernah dapat diproduksi, dan oleh karenanya model ekonomi moneter sebagaimana yang kita ketahui akan runtuh, mengingat logika yang sama berlaku pula pada semua produk berteknologi tinggi lainnya. Ekonomi moneter merupakan keadaan ekonomi ketika berbagi artinya runtuh. Jika bukan itu definisi penghamburan yang disertakan ke dalam model nonekonomis, entah apa itu.
Kita hidup dalam perkawinan yang celaka. Ménage à trois[1] antara uang, skala ekonomi, dan divisi tenaga kerja ini tidak lagi berfaedah bagi Bumi, ataupun kita. Awalnya hubungan tersebut tampak sangat menggairahkan, selazimnya ménage à trois, namun menjadi ruwet, selazimnya ménage à trois, dan akan berakhir dengan air mata, selazimnya ménage à trois sering kali terjadi. Mereka bertiga jauh lebih memuaskan ketika bersendiri. Dan jika semua yang terlibat menghendaki masa depan yang layak, harus ada salah satu yang pergi.



[1] Kesepakatan di antara sepasang suami istri untuk hidup bersama kekasih salah seorang di antara keduanya (penerj.)



Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar