Laman

20200223

Welcome to the N. H. K. Pembuka (Tatsuhiko Takimoto, 2007)

Di dunia ini ada konspirasi.
Tetapi, ada sembilan puluh sembilan persen lebih kemungkinan bahwa konspirasi yang kedengarannya masuk akal, yang kau dengar dari orang lain, adalah khayalan belaka atau kebohongan yang disengaja. Ketika kau mengunjungi toko buku, buku-buku dengan judul seperti Konspirasi Agung Yahudi untuk Menghancurkan Ekonomi Jepang! atau Konspirasi Super CIA yang Menyembunyikan Perjanjian Rahasia dengan Alien! semuanya hanyalah khayalan remeh.
Meski begitu … orang suka konspirasi.
Konspirasi. Kita terpesona tanpa daya oleh bunyi kata itu berikut gemanya yang terasa manis sekaligus pahit.
Bayangkan, misalnya saja, proses kemunculan teori Konspirasi Yahudi: Si pengarang mengalami berbagai rasa dan kesulitan yang terlalu, seperti, “Kenapa aku miskin?”; “Kenapa hidupku kurang enak?”; “Kenapa aku enggak bisa punya cewek?” Jiwa dan raganya terus-terusan tertekan, baik dari dalam maupun luar.
Dendam yang terpendam itu menjadi rasa benci tak berkesudahan pada masyarakat. Rasa itu menjadi amarah.
Akan tetapi, sumber terbesar amarah itu berasal dari kekecutan jiwanya sendiri.
Ia miskin karena tidak punya keterampilan yang dapat menghasilkan uang. Ia tidak punya cewek karena tidak berkarisma. Tetapi proses untuk melihat kebenaran ini serta mengakui ketidakberdayaannya sungguh memerlukan sedikit keberanian. Tidak ada manusia, siapa pun itu, yang ingin memandang langsung pada kelemahannya.
Pada tahap ini, si teoretikus konspirasi memproyeksikan kekecutan jiwanya pada dunia luar.
Ia menciptakan “musuh” rekaan di luar dirinya.
Musuh. Musuhku. Musuh masyarakat.
 “Karena ada musuh berkonspirasi melakukan kejahatan, aku tidak bisa merasakan kebahagiaan. Karena konspirasi inilah, aku tidak bisa punya cewek. Benar itu! Ini semua gara-gara Yahudi. Karena kelicikan Yahudi, aku tidak bisa merasakan kebahagiaan. Sial kau, Yahudi! Aku tidak akan memaafkanmu!”
Sebenarnya, pemikiran begini juga tidak mengenakkan bagi orang Yahudi.
Semua teoretikus konspirasi mesti sedikit lebih dekat dalam melihat kenyataan.
Tidak ada “musuh” di luar sana. Tidak ada “kejahatan” di luar sana. Orang harus menerima dirinya sendirilah yang bersalah karena menjadi manusia yang tidak berharga.
Tentu ini bukan konspirasi Yahudi, bukan konspirasi CIA dan—sudah jelas—bukan konspirasi alien. Orang harus mencamkan kenyataan ini kuat-kuat semasa hidupnya, di atas segala-galanya.
Meski begitu ….
Sebagian kecil masyarakat benar-benar menemui konspirasi nyata. Malah, ada satu orang yang menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri keberadaan konspirasi, saat ini juga, secara sembunyi-sembunyi sekali.
Siapakah orang ini?
Aku.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar