Laman

20141027

Sputnik Sweetheart, Bab I 02/10 (Haruki Murakami, 1999)

Sumire seorang romantis akut, sedikit saja tatanan dalam gayanya--apa ada­nya dalam menghadapi dunia dan senang menjadikannya bergejolak. Buatlah ia bi­ca­ra, ia akan meracau tak henti-henti. Tapi kalau bersama orang yang tidak cocok de­ngannya--dengan kata lain, kebanyakan orang di dunia ini--ia hampir tidak akan mem­buka mulut. Ia kecanduan merokok, dan hitung saja berapa kali ia kehilangan ti­ket tiap kali mau menaiki kereta. Kadang ia begitu asyik dengan pikirannya sendiri sam­pai-sampai lupa makan. Tubuhnya pun sekurus anak-anak yatim piatu korban pe­rang dalam sebuah film Italia lawas--mirip tongkat yang ditempeli mata. Aku mau sa­ja memperlihatkan fotonya, tapi tidak punya. Ia tidak suka difoto. Tak ada ke­ingin­an­nya menunjukkan pada anak-cucu potretnya sebagai seorang seniman muda. Ka­lau saja ada foto Sumire pada waktu itu. Fotonya akan menjadi bukti yang berharga bah­wa orang tertentu dapat menjadi begitu istimewa.
Urutan kejadiannya simpang-siur dalam kepalaku. Wanita yang dicintai Sumire itu bernama Miu. Setidaknya begitulah orang memanggilnya. Aku tidak tahu na­ma­nya yang sebenarnya, yang nantinya akan menjadi masalah, tapi sekali lagi aku ke­ja­uh­an menceritakannya. Miu berkebangsaan Korea. Tapi ia tidak bisa berbahasa Korea hing­ga memutuskan untuk mempelajarinya pada usia pertengahan duapuluh. Ia lahir dan dibesarkan di Jepang lalu melanjutkan studi di sebuah akademi musik di Prancis. Ja­di selain bahasa Jepang, ia juga fasih berbahasa Prancis dan Inggris. Pakaiannya se­la­lu bagus dan sopan, dengan perhiasan yang mahal namun tak mencolok. Selain itu ia mengendarai Jaguar 12 silinder warna biru laut.

Kali pertama Sumire berjumpa Miu, ia membicarakan karya-karya Jack Kerouac. Su­mi­re sangat tergila-gila pada Kerouac. Ia selalu punya Idola Sastra Bulan Ini, dan ke­be­tulan pada waktu itu idolanya adalah Kerouac biarpun sudah ketinggalan zaman. Ia membawa kopi On the Road atau Lonesome Traveler yang sudah terlipat-lipat ha­la­mannya dalam kantong mantel, membacanya sepintas lalu kapanpun sempat. Be­gi­tu menemukan kalimat yang dianggapnya menarik, ia akan menandainya dengan pen­sil dan menghafalnya seakan itu Ayat Suci. Bagian favoritnya adalah tentang peng­awas kebakaran dalam Lonesome Traveler. Kerouac menghabiskan tiga bulan sen­dirian dalam pondok di sebuah puncak gunung yang tinggi, bekerja sebagai peng­awas kebakaran.
Sumire terutama menyukai bagian ini:

Tak semestinya manusia menjalani hidup tanpa sekalipun menghayati ke­wa­ras­an maupun kesunyian nan menjemukan dalam rimba belantara, mendapati di­rinya bergantung semata pada diri sendiri dan dengan begitu mempelajari ke­kuatannya yang tersembunyi dan sejati.

"Menyenangkan, bukan?" ucapnya. "Tiap hari berada di puncak gunung, meng­edarkan pandangan ke sekeliling, mengawasi kalau-kalau ada api. Dan cuma be­gitu saja. Selesai. Selebihnya kita bisa membaca, menulis, apapun deh yang kita ingin­kan. Lalu malamnya ada sekawanan beruang yang mendatangi pondok kita. Be­gi­tu tuh yang namanya hidup! Kalau dibandingkan dengan itu, belajar sastra di kam­pus jadi terasa seperti menggigit mentimun di bagian pahitnya."
"Baiklah," kataku, "tapi toh suatu saat kamu bakal turun gunung juga." Namun se­perti biasanya, pendapatku yang praktis dan membosankan itu tak mengusiknya.



Penggalan dari novel Sputnik Sweetheart oleh Haruki Murakami (1999), edisi bahasa Inggris oleh Philip Gabriel (2001)

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar