Laman

20200705

Dua Salah Kaprah (Fernando Sorrentino, 2006)

Satu

Sebab-sebab Kepunahan Basilisk

Pengamatan sepintas lalu agaknya menyatakan dengan pasti bahwa spesies basilisk tengah menuju kepunahan. Menurut berbagai studi yang diadakan sejauh ini, sudah jelas ini bukanlah akibat dari penganiayaan oleh penduduk lokal—yang didorong oleh takhayul—tetapi lebih karena panjangnya siklus reproduksi yang perlu dilalui oleh makhluk ini berikut berbagai hambatan dalam proses tersebut.

Ternyata tidak benar bahwa basiliks dapat membunuh dengan tatapannya saja. Alih-alih merupakan kebiasaan mereka memancarkan darah dari mata. Pada kulit orang yang terkena darah ini timbul sejenis borok atau jerawat yang mengeluarkan suatu zat organik yang dari padanya muncul sebangsa cacing yang secara ilmiah dikenal sebagai Versmis baslisci (Boitus). Cacing ini berkembang menjadi parasit dalam tubuh manusia dan secara berangsur-angsur merusak sistem saraf hingga pada akhirnya mengosongkan rongga tengkorak. Proses ini dapat memakan waktu tiga puluh lima sampai empat puluh tahun. Korban perlahan kehilangan kendali atas anggota badan beserta pengindranya dan bahkan dapat mengalami kematian dini. Akan tetapi, Vermis ini tidak meninggalkan tubuh sebelum menghancurkan seluruh massa otak. Pada tahap ini, dengan bentuk menyerupai ular kecil—yang ukuran panjangnya tidak melebihi dua puluh sentimeter—Vermis ini meninggalkan jasad dan memulai migrasi lambat menuju daerah berawa-rawa. Nyatanya, sedikit saja yang dapat mencapai tujuan, karena sering kali dalam lintasan yang panjang mereka mati kelaparan atau diganyang burung gagak atau burung hantu, juga oleh mamalia karnivora kecil seperti musang dan cerpelai. Sejumlah kecil ular yang berhasil bertahan hidup itu menyelesaikan metamorfosis mereka di tengah panas dan kelembapan rawa-rawa, dan setelah periode yang berkisar antara lima sampai enam minggu kemudian berubah bentuk menjadi basilisk. Memang dipastikan tidak benar bahwa mereka sanggup membunuh hanya dengan menatap.

Dua

Diet Kuda

Juga tidak benar bahwa semua kuda itu herbivora. Doktor Ludwig Boitus telah membuktikan bahwa masyarakat primitiflah yang terbiasa menganggap demikian, dan ini didorong oleh soal ekonomi dan, yang terutama, keamanan.

Faktanya pada setiap kuda terpendam insting karnivora. Selain itu, kuda adalah satu-satunya hewan yang pada awalnya bersifat karnivora. Kenyataannya jika mereka diberi makan dengan diet hanya berupa daging mentah, kebiasaan dan perawakan makhluk ini mengalami perubahan: mata cokelat mereka yang polos menampakkan warna oranye yang buas, gigi depan mereka memanjang dan melengkung, gaya berjalan mereka menjadi meliuk-liuk anggun, pergerakan mereka cenderung mengendap-endap, kuku mereka berubah menjadi cakar. Kuda kini merupakan yang terkuat, terbesar, tercepat, tertangkas dari segala hewan karnivora.

Masyarakat primitif pada akhirnya menyadari bahwa ada tugas berguna yang dapat dilakukan oleh binatang buas yang telah menghancurkan desa mereka ini. Maka, dengan memilih beberapa hewan yang tidak mengganggu, indah, dan tidak berguna yang biasa melahap hasil panen, mereka membiasakan diri dengan rasa daging. Demikian muncullah yang kita kenal sekarang sebagai singa dan macan, serta panter dan jaguar.



Cerita ini diterjemahkan dari "Two Common Misconceptions" dalam Words Without Borders edisi 2006 Latin Labyrinths: The Next Generation



Fernando Sorrentino, lahir di Buenos Aires pada 1942, merupakan pengagum berat Borges. Ia menerbitkan karya yang dianggap sebagai kumpulan terbaik wawancara bersama Borges, pada awalnya dalam bahasa Spanyol kemudian dalam bahasa Inggris oleh Clark Zlotchew. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Portugis, Italia, Jerman, Perancis, Finlandia, Hungaria, Polandia, Bulgaria, Mandarin, Vietnam, dan Tamil.

Donald A. Yates adalah profesor emeritus sastra Amerika Spanyol di Michigan State University (East Lansing). Ia penerjemah novel dan cerpen karya berbagai pengarang Amerika Spanyol, di antaranya Labyrinths: Selected Writings of Jorge Luis Borges, disunting dan diterjemahkan bersama James Irby (New Directions, 1962), dan novel terkenal Adolfo Bioy Casares Diary of the War of the Pig (McGraw-Hill, 1972). Labyrinths merupakan kumpulan karya Borges yang pertama-tama terbit dalam bahasa Inggris. Yates telah menerbitkan fiksi, puisi, artikel, dan ulasan buku karyanya sendiri, demikian pula terjemahan di banyak terbitan periodik, di antaranya The Atlantic, Holiday, The New Yorker, The New York Times Book Review, The San Fransisco Chronicle, dan The Washington Post. Ia Cendekiawan Fulbright dan dosen tamu di Argentina pada 1962-63, 1964-65, 1967-68, dan 1970, dan, dengan sokongan dari beasiswa John Simmon Guggenheim, tengah mempersiapkan memoar/biografi Borges berdasarkan hubungan jangka panjangnya dengan para penulis Argentina.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar