Pada usianya yang ke-95 tahun, Pamanku Silas
punya waktu untuk mencoba berbagai hal. Pada suatu waktu ia menjadi penggali kubur.
Halaman gereja Solbrook menghampar luas
di sisi luar desa, tepatnya pada sebuah bukit kecil yang lapang
di lembah sungai.
Di sanalah dengan pakaiannya yang kumal
Pamanku Silas menggali kira-kira satu kuburan tiap bulannya.
Ia bekerja sepanjang hari menggali tanah
lempung cokelat-kebiruan tanpa bersua siapapun. Tak ada yang menemaninya selain
burung-burung yang mencungkili cacing dari permukaan bumi yang telah dikuliti.
Dengan penampilannya yang jauh dari menawan lagi ganjil, ia tampak seperti
patung yang habis menggelinding jatuh dari atap gereja mungil itu, pria kecil
yang seakan sudah berusia sangat tua dan akan terus hidup dengan menggali kuburan
orang lain selama-selamanya.
Pada suatu hari yang panas namun nyaman
di bulan Mei, ia sedang menggali kuburan di sisi selatan halaman gereja.
Rerumputan telah merimbun tinggi. Bunga-bunga keemasan tumbuh berpencar di
sela-sela nisan.