Satu-satunya yang bergerak di lingkar
pantai itu adalah sebuah titik hitam kecil. Titik itu mendekati rangka sampan
yang terdampar. Dari kepekatannya yang merenggang, terlihat bahwa titik itu memiliki
empat kaki. Sebentar kemudian, makin tak teragukan lagi bahwa titik itu terdiri
dari dua orang pemuda. Bahkan pada bayangan yang melekat di pasir, tampak
adanya semangat yang tak tergoyahkan dalam diri mereka. Daya hidup yang tak
terperikan dalam ayunan tubuh mereka, walau sedikit, mengejawantah dalam perdebatan
sengit yang keluar dari mulut di kepala-kepala bundar kecil itu. Terlihat dalam
jarak yang lebih dekat, terjangan yang berulang-ulang dari sebatang tongkat di
sisi kanan. ‘Maksudmu… Kamu benar-benar yakin…’ demikian tongkat di sisi kanan
dekat ombak itu seolah menegaskan, seraya menyabet pasir hingga membentuk
garis-garis lurus nan panjang.
‘Persetan dengan politik!’ keluar dengan
jelas dari orang di sisi kiri. Seiring dengan diutarakannya kata-kata itu,
mulut, hidung, dagu, tipisnya kumis, topi wol, sepatu bot, mantel berburu, dan
kaos kaki dua orang yang bicara itu menjadi semakin jelas saja. Asap dari pipa
mereka membumbung ke udara. Tidak ada yang begitu kukuh, begitu hidup, begitu
solid, bergejolak dan kuat sebagaimana dua raga tersebut sepanjang mil demi mil
lautan dan gunungan pasir.