Sewaktu SMA, aku bergabung dengan klub sastra.
Meski begitu, bukannya aku suka novel atau semacamnya.
Malah, sewaktu pameran perekrutan anggota baru, ada kakak kelas super manis
yang mengajakku. “Hei kamu, ikut klub sastra, ya.”
Tanpa pikir-pikir, aku mengangguk. Apa lagi yang bisa
kuperbuat. Biarpun anggota klub sastra itu culun, dan meskipun lebih tua
setahun dari padaku, gadis itu secantik tokoh idola.
Tidak mengherankan, setelah bergabung dengan klub itu
dengan alasan yang bodoh, akhirnya tiap rapat aku malah main soliter. Ketika
sedang waktu senggang, aku main kartu di sekretariat yang ramai dengan kakak
kelas itu. Apa-apaan kami ini? Padahal kami bisa berfokus pada hal-hal lainnya
yang lebih penting.
Yah, itu sudah tidak
penting lagi. Masa lalu ya sudah lalu.
Bagaimanapun juga, kejadiannya waktu itu
sepulang sekolah saat hari ekstrakurikuler. Aku dan si kakak kelas sedang
berjalan di koridor lantai satu yang menghadap ke halaman tengah. Tahu-tahu, ia
menunjuk ke salah satu sudut halaman. “Di sana!”