Pada suatu hari di bulan Maret.
Jangan, jangan sekali-kali memulai
cerita dengan cara seperti ini. Boleh jadi tak ada pembukaan yang lebih buruk
daripada ini. Imajinasinya tidak ada. Datar dan kering. Tapi dalam cerita ini
boleh-boleh saja begitu. Paragraf berikutnya, yang seharusnya sudah merupakan
permulaan cerita, terlalu liar dan mustahil untuk dilemparkan begitu saja ke
hadapan pembaca tanpa aba-aba.
Sarah menangis di atas daftar menu.
Kau mungkin mengira kalau daftar menu
itu tidak menyediakan tiram, atau Sarah baru saja berjanji untuk tidak makan es
krim. Tapi tebakanmu salah, jadi mari kita lanjutkan saja ceritanya.
Orang yang bilang kalau dunia ini adalah
tiram yang akan dibelahnya dengan pedang menjadi kesohor lebih daripada yang
sepatutnya.[1]
Tidaklah sulit membuka tiram dengan sebilah pedang. Namun tahukah kau akan
adanya orang yang mencoba membuka tiram dengan sebuah mesin ketik?
Sarah berusaha membuka dunia sedikit
saja dengan mesin ketiknya. Itulah pekerjaannya—mengetik. Ia tidak begitu cepat
dalam mengetik, karena itulah ia bekerja sendirian, dan bukan di kantor besar.
Pergulatan Sarah yang paling sukses
dalam menghadapi dunia adalah perjanjian yang dibuatnya dengan Restoran Rumah
Schulenberg. Restoran itu berada di samping bangunan tua berbata merah yang
ditinggali Sarah. Suatu malam, sehabis makan di restoran Schulenberg, Sarah
pulang dengan membawa daftar menu dari sana. Daftar menu itu ditulis dengan
tulisan tangan yang tak terbaca, entahkah dalam bahasa Inggris atau bahasa
Jerman, dan amat sulit untuk dimengerti hingga kalau tak hati-hati membacanya
maka bisa-bisa acara makan malammu akan diawali dengan manisan dan diakhiri
dengan sup.
Keesokan harinya Sarah menunjukkan pada
Schulenberg sebuah kartu yang telah diketiknya dengan apik. Isinya berupa daftar
makanan yang ditata secara menarik pada posisi yang pas dan wajar, mulai dari
“hors d’oeuvre” atau kudapan ringan sampai “tidak menanggung mantel dan
payung”.
Schuleberg sangat senang. Sebelum Sarah
pergi, ia setuju membuat suatu perjanjian. Sarah akan menyediakan daftar menu
yang diketik untuk ke-21 meja di restoran itu—ada daftar baru untuk makan malam
pada tiap harinya, dan baru pula untuk sarapan dan makan siang acap kali ada
perubahan pada makanan atau penyajian sebagaimana diperlukan.
Sebagai gantinya, Schulenberg akan
mengirim makanan tiga kali sehari ke tempat tinggal Sarah, juga daftar makanan
yang ditulis dengan pensil untuk para pelanggan Schulenberg esok harinya setiap
sore.
Keduanya puas dengan perjanjian ini.
Siapa saja yang makan di Schulenberg kini tahu nama makanan yang disantapnya,
meskipun tampilannya kadang membingungkan. Sementara itu Sarah mendapat makanan
saat musim dingin nan lembam, yang sangat berarti baginya.
Sewaktu bulan-bulan musim semi tiba,
musim semi belum tiba. Musim semi tiba kapanpun itu terjadi. Salju beku bulan
Januari masih mengeras di jalanan. Orang-orang di jalanan dengan alat musiknya
memainkan “In the Good Old Summertime”[2], dengan nuansa
dan roman Desember. Alat pemanas uap di rumah-rumah dimatikan. Saat segala hal
ini terjadi, siapapun tahu kalau kota masih dicengkam musim dingin.
Suatu sore, Sarah sedang mengigil
kedinginan di kamarnya. Ia tidak punya pekerjaan selain daftar menu
Schulenberg. Ia duduk di kursi goyang dan memandang ke luar jendela. Kalender
di dinding terus berseru kepadanya: “Sudah musim semi, Sarah—sudah musim semi.
Kau cantik, Sarah—penampilanmu apik—kenapa kau pandangi jendela dengan murung
begitu?”
Kamar Sarah berada di bagian belakang
bangunan. Dari jendela ia dapat melihat dinding bata tak berjendela yang
merupakan bagian dari bangunan pabrik di jalan sebelah. Namun yang terpikirkan
olehnya adalah jalan-jalan berlumpur, pepohonan, sesemakan, dan hamparan mawar.
Pada musim panas tahun lalu Sarah melancong
ke pedesaan dan jatuh cinta dengan seorang petani.
(Dalam menulis cerita, jangan pernah
memundurkan alur seperti ini. Ini buruk dan menganggu konsentrasi pembaca. Mari
kita maju saja.)
Sarah tinggal selama dua minggu di
Peternakan Sunnybrook. Ia mulai menyukai putra petani tua Franklin, yang
bernama Walter. Para petani biasanya bercinta dan menikah pada usia belia.
Namun Walter Franklin muda adalah ahli pertanian yang modern. Ia punya telepon
di kandang sapinya. Ia juga dapat memperhitungkan secara tepat dampak dari
panen gandum di Kanada tahun depan terhadap tanamannya sendiri.
Di tempat yang teduh inilah Walter
memikat hatinya. Bersama-sama mereka duduk
dan merangkai mahkota dari dandelion untuk dipakaikan di atas kepalanya.
Lelaki itu memuja-muji kesan yang ditimbulkan bunga-bunga kuning itu pada
rambutnya yang cokelat. Sarah meninggalkan bunga-bunga itu di sana, dan kembali
ke pondokan sambil mengayun-ayunkan topi jeraminya.
Mereka akan menikah pada musim semi—pada
tanda-tanda awal kemunculan musim semi, kata Walter. Sarah pun kembali ke kota
untuk berkutat kembali dengan mesin ketiknya.
Ketukan di pintu membuyarkan kenangan
Sarah akan momen yang menyenangkan itu. Pelayan membawakannya coretan kasar
berisi daftar makanan untuk besok di Restoran Rumah dalam tulisan tangan yang
buruk milik Schulenberg tua.
Sarah duduk di depan mesin ketik dan
menyelipkan sehelai kartu di bawah rol. Ia pekerja yang tangkas. Biasanya dalam
waktu satu setengah jam ke-21 kartu sudah diketik dan siap diambil.
Hari ini ada lebih banyak perubahan pada
daftar menu daripada biasanya. Supnya menjadi lebih encer. Ada perubahan pada
masakan dagingnya. Nuansa musim semi memenuhi keseluruhan menu. Masakan yang
digoreng sepertinya sudah tidak ada.
Jemari Sarah menari di atas mesin ketik
bagaikan lalat-lalat kecil di atas aliran sungai pada musim panas. Ia meniti
makanan demi makanan, menempatkan nama-nama pada posisinya berdasarkan porsinya
dengan mata yang awas.
Begitu sampai di bagian buah-buahan,
Sarah menangis di atas daftar menu itu. Di dalam hatinya timbul air mata dari
lubuk kesedihan dan menggenang di matanya. Kepalanya tunduk di atas mesin ketik
kecilnya.
Dua minggu ini ia belum lagi menerima
surat dari Walter, sementara baris berikutnya pada daftar menu adalah
dandelion—dandelion dengan sejenis telur—tapi peduli amat dengan
telurnya!—dandelion, dengan bunga-bunga keemasan yang dijadikan Walter mahkota
bagi sang ratu tersayang dan istrinya kelak—dandelion, pembawa pesan musim
semi, mahkota duka dari dukanya—tanda mata dari hari-hari paling membahagiakan
dalam hidupnya.
Namun betapa ajaibnya musim semi itu!
Ada pesan yang harus disampaikan ke kota batu dan besi nan teramat dingin ini.
Tak seorangpun yang membawanya kecuali si pembawa pesan nan mungil dari padang
dengan mantel hijau kasapnya, si dandelion—giginya singa, orang Prancis bilang.
Sewaktu menjadi bunga, ia akan memuluskan percintaan, berpilin di rambut
indahku yang kecokelatan. Sewaktu muda dan belum berbunga, ia masuk ke dalam
panci didih dan menyampaikan kata-kata padukanya.
Sejenak kemudian Sarah menahan air
matanya. Kartu-kartunya mesti diketik. Namun masih dalam angan-angan dirinya
menyentuh mesin ketik tanpa berkonsentrasi, sementara pikiran dan perasaannya
berada di desa bersama sang petani muda. Namun kemudian kembali jua ia ke
bangunan batu di Manhattan, dan mesin ketiknya mulai melonjak.
Pukul enam pelayan membawakannya makan
malam dan mengambil daftar menu yang sudah diketik. Sarah menyantap makan
malamnya dengan pilu. Pada pukul 7.30 pasangan di kamar sebelah mulai
bertengkar; lelaki di kamar atas mulai memainkan sesuatu yang kedengarannya seperti
musik; lampu gas mulai agak meredup; ada yang mulai menyerok batu bara;
terdengar suara kucing di pagar belakang. Ini berarti waktunya Sarah untuk
membaca. Ia keluarkan bukunya, menumpukan kakinya pada peti, dan mulai membaca.
Bel pintu depan berbunyi. Induk
semangnya yang menyambut. Sarah meletakkan bukunya dan menguping. Oh, ya; pastinya
kau juga; sebagaimana dirinya!
Lalu terdengar suara nan gagah dari gang
di bawah. Sarah pun melompat ke arah pintu, meninggalkan bukunya tergeletak di
lantai.
Sudah bisa ditebak. Perempuan itu sampai
di ujung tangga begitu si petani naik, tiga anak tangga sekali lompat,
dipeluknya lelaki itu.
“Kenapa kamu tidak menulis surat—oh,
kenapa?” jerit Sarah.
“New York itu kota yang cukup besar,”
kata Walter Franklin. “Aku datang dari seminggu yang lalu ke alamatmu yang
lama. Ternyata kamu sudah pindah dari Kamis. Sejak itu aku dan polisi terus
mencarimu!”
“Aku menulis surat padamu,” Sarah
berseru.
“Tidak ada tuh!”
“Lalu bagaimana kamu menemukanku?”
Petani muda itu tersenyum hangat.
“Tadi aku ke Restoran Rumah di sebelah,”
ujarnya.
“Entah siapa yang tahu. Sekarang ini aku
sedang suka makanan yang hijau-hijau. Maka aku mencarinya di daftar menu yang
diketik dengan apik itu. Namun begitu aku sampai di bawah kubis, aku
membalikkan kursiku dan mencari pemilik restoran. Ia memberitahuku tempat
tinggalmu.”
“Aku ingat,” desah Sarah bergembira.
“Ada dandelion di bawah kubis.”
“Aku tahu dari huruf W besar yang dibuat
mesin ketikmu,” kata Franklin.
“Lho, tapi tidak ada huruf W pada
dandelion,” Sarah terkejut.
Lelaki muda itu mengeluarkan daftar menu
dari sakunya, dan menunjuk sebuah baris.
Sarah mengenali kartu pertama yang
diketiknya sore itu. Masih ada bekas tetesan air matanya di pojok kanan atas.
Namun di atas tempat yang seharusnya terbaca sebagai nama tumbuhan tertentu,
kenangan akan bunga-bunga keemasan membuatnya silap menekan tuts mesin ketik.
Di antara nama dua makanan pada daftar
itu terdapat keterangan:
“WALTER SAYANG, DENGAN TELUR
REBUS-MATANG.”[]
O. HENRY merupakan nama pena William Sydney Porter
(1862-1914). Sewaktu muda, ia pergi ke Texas dan bekerja di Badan Pertanahan
Umum (General Land Office) serta bank. Cerpen-cerpennya menunjukkan
pemikirannya yang berdaya cipta serta humornya, dan ia dianggap sebagai salah
satu penulis cerpen paling cedas. “Springtime” merupakan kisah cinta di mana
setelah berbagai kesulitan seorang gadis ditemukan lewat kesalahan ketiknya.
Cerpen ini diterjemahkan dari “Springtime À La Carte” (1906) yang telah disederhanakan oleh G. C. Thornley, M. A., Ph. D. dalam Longman’s Simplified English Series: British and American Short Stories (1969)
[1] “The gentleman who said
that the world was an oyster which he would open with his sword…” merujuk pada
karya Shakespeare, The Merry Wives of
Windsor
[2] Lagu populer di Amerika
gubahan George Evans (musik) dan Ren Shields (lirik), pertama kali dirilis pada 1902
Tidak ada komentar:
Posting Komentar