Suatu pagi, saat sedang
membereskan tempat tidur bersama ibunya, Cecila menampakkan gejala kegilaan.
Sekonyong-konyong dia berkata, “Tanahnya bergerak. Akan ada bencana.”
Ibunya memandang dia dengan sangsi. “Apa katamu?”
Cecila menjawab, “Apa?” Jelas dia tidak ingat perkataannya
barusan.
Ibunya mengulang kalimat itu. “Tanahnya bergerak. Akan ada
bencana.” Namun, karena melihat tatapan putrinya yang sungguh-sungguh tak
mengerti, intuisi si ibu memperingatkan agar tidak melanjutkan. Akan tetapi,
seharian kalimat itu terus terngiang dalam benak si ibu. Malam itu di pembaringan,
kala Cecilia sudah tertidur di ranjangnya sendiri, ibunya masih saja menggumam,
“Tanahnya bergerak.”
Hari-hari pun berlalu. Setiap hari sama saja dengan hari
lainnya pada tahun itu. Cecilia membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah,
menisik pakaian, dan kadang dia menangis. (Dua tahun lalu, pada hari Minggu,
mereka menonton sebuah film). Malam-malam, setelah si ibu membersihkan meja, sementara
Cecilia menutup jendela-jendela serta mengeluarkan baju tidur mereka, keduanya
pergi tidur meski hari belum gelap benar.