Kabar baik: Takeshi “Tak” Matsumoto kelas delapan
baru saja mendapat peran utama untuk sebuah acara serial di TV nasional Jepang.
Kabar buruk: pemain pendampingnya adalah seorang mas-mas yang pada waktu
luangnya menjadi model kover novel percintaan, seorang mbak-mbak yang suaranya
kayak Minnie Mouse pakai helium, serta seekor anjing berwarna ungu.
Catatan pribadi: Cari tahu apa kontrak yang ditandatangani Mum dengan studio
TV itu mengikat.
=
Awalnya ibunya lah yang punya gagasan untuk mendaftarkan Tak dan adik perempuannya, Keina, ke agen pencari bakat. Keina langsung mendapat beberapa pekerjaan sebagai model, tapi Tak sudah terlalu besar untuk sampel ukuran standar pakaian anak-anak, sehingga dia tidak kebagian apa-apa. Kadang-kadang agen tersebut menelepon ketika ada audisi ini itu, namun biasanya Tak terlihat kurang menyerupai anak Jepang ketika mereka inginnya anak Jepang, dan kurang menyerupai gaijin ketika mereka inginnya anak gaijin. Ibunya dari Selandia Baru sedangkan ayahnya orang Jepang. Mendapat label “blasteran” tidak menyinggung Tak, namun merisaukan ibunya. Ibunya sering kali perlu menjelaskan kepada orang-orang Jepang bahwa “bikultural” adalah istilah yang lebih tepat bagi anak-anak seperti Tak dan Keina.
=
Ketika orang dari agen tersebut menelepon pada
Februari mengenai audisi itu, Tak tidak begitu bersemangat. Mereka memberi tahu
ibunya bahwa pekerjaannya adalah mengisi suara untuk acara anak-anak di TV.
Tapi karena Tak sedang berusaha menabung untuk membeli peralatan DJ, dia setuju
untuk mencobanya.
Audisinya
dilakukan sepasang-sepasang cewek-cowok. Tak dipanggil bersama seorang cewek
blasteran yang mengatakan dia kelas delapan sebuah sekolah internasional. Tak
cuma mengenakan kaus dan celana baggy, namun cewek itu berdandan ala
majalah fesyen remaja dungu yang digila-gilai Keina. Tak segera saja mendapati
cewek itu sebagai “cewek chanto shita”—julukannya untuk cewek-cewek
sangat menyebalkan yang berusaha bertingkah sempurna. Wajah cewek itu meringis
lebar sepanjang waktu, yang mungkin dipikirnya membuat dia terlihat imut.
Sebenarnya ringisan cewek itu membuatnya terlihat lagi sembelit, pikir Tak.
Bapak
dan ibu yang memandu audisi itu meminta mereka menyanyikan “Twinkle Twinkle
Little Star”, kemudian membaca dialog dalam bahasa Inggris. Tentu saja, si
Cewek Chanto Shita melakukan semuanya secara sempurna. Tak memutuskan untuk
bersenang-senang saja. Musik pengiring lagu tersebut terlalu tinggi, sehingga
dia menyanyikannya dengan suara falsetto[1].
Dan walaupun dia mampu berbicara dalam bahasa Inggris selayaknya anak
kelas delapan, Tak bersekolah di sekolah Jepang biasa, sehingga dia tidak bisa membaca
bahasa Inggris sama lancarnya. Ia menggunakan aksen palsu untuk menyamarkan
kata-kata yang sulit dia ucapkan. Seketika itu, kedua pewawancara tersebut
terpingkal-pingkal, namun si Cewek Chanto Shita tersenyum tegang—ia sama sekali
tidak menyukai guyonan Tak. Tak pun tidak ambil pusing.
Catatan pribadi: Jangan pernah pacaran sama cewek chanto shita.
=
Tak mengira telah benar-benar dan sungguh-sungguh
mengacaukan audisi tersebut, sehingga kejutan pertamanya adalah ketika si agen
menelepon tiga hari kemudian untuk memberitahukan bahwa dia memperoleh
pekerjaan itu. Kejutan kedua adalah dia batal memerankan pengisi suara—dia
ditawari salah satu peran utama dalam acara pendidikan bahasa Inggris yang
ditayangkan berkala. Ibunya segera saja sangat bersemangat dan mulai mengoceh
“putraku jadi bintang!” sementara ayahnya seperti biasa berpidato supaya
kegiatannya itu tidak mengganggu sekolah. Keina jelas-jelas cemburu.
Salah
seorang staf agen pencari bakat tersebut menemani Tak dan ibunya melakukan
rapat di studio TV. Acaranya akan difilmkan di markas besar AJE-TV (All
Japan Education Television) di pusat Shibuya. Produser memberi tahu mereka
acaranya berjudul Wan-derful English dan ditujukan kepada anak-anak SD
Jepang. Kemudian ia menjelaskan “konsep” acaranya: Ada keluarga Amerika yang
pindah ke Tokyo dan memelihara seekor anjing robot, kemudian mereka harus
“mengajari” robot itu bahasa Inggris.
Catatan pribadi: Wan-derful English? Orang dibayar buat bikin judul begitu?
=
Tak ditanya mengenai jadwalnya dan ia memberi tahu
mereka bahwa tiap Minggu ia tidak bisa, karena pada hari itu tim rugbinya
berlatih. Tapi ia tidak berkeberatan apabila mesti bolos sekolah. Lantas ibunya
menyela dan menanyakan apakah pengambilan gambar acara itu akan diadakan pada
liburan musim panas, karena pada waktu itu keluarga mereka selalu berkunjung ke
rumah kakek-nenek Tak dan Keina di Selandia Baru. Produser bilang bahwa
pengambilan gambar untuk keseluruhan acara serial itu akan dituntaskan pada
pertengahan Juli, dan mereka paham bahwa liburan musim panas itu penting bagi
“keluarga gaijin”. Ibu Tak kelihatannya tidak begitu senang, dan mulai
menerangkan bahwa istilah yang benar adalah “keluarga bikultural
Jepang-Selandia Baru”, namun untunglah, si produser ada rapat lain yang mesti
dia hadiri sehingga Tak berhasil lepas dari situasi yang lebih memalukan.
Catatan pribadi: Jangan bawa-bawa Mum ke studio lagi.
=
Minggu berikutnya, ibu Tak harus datang ke kantor
agen pencari bakat untuk menandatangani kontrak Tak dengan acara tersebut,
sementara Tak dipanggil datang ke studio itu lagi untuk berjumpa dengan para
aktor lainnya. Tak memberikan instruksi ketat pada ibunya supaya sekadar
mengantar dia kemudian menunggu sampai ia menelepon ketika sudah selesai.
Yang
menjadi “Dad” bagi Tak di acara TV itu adalah Trent dari LA, yang mengajarkan hot
yoga[2]
ketika sedang tidak menjadi model atau aktor. Trent memberikan kartunya pada
Tak, mengatakan bahwa ia finalis di suatu kontes daring untuk memilih model
kover suatu novel percintaan. Yang menjadi “Mom” adalah Narelle dari Sydney,
dan ketika bicara suaranya nyaring sekali selazimnya guru wanita yang
mengajarkan Bahasa Inggris kepada anak-anak kecil. Awalnya Tak penasaran apakah
Narelle itu memang pintar mendalami perannya, tapi kemudian dia menyadari bahwa
suara asli wanita tersebut memang begitu. Telinganya jadi sakit. Baik “Dad”
maupun “Mom” sama-sama tidak sehari pun terlihat berusia di atas tiga puluh
tahun. Anggota pemain tetap lainnya adalah mbak-mbak bernama Shana, yang
sama-sama “blasteran” seperti Tak. Tak sudah pernah melihat dia di TV. Shana
terlihat cukup ramah, kalau saja Tak bisa menerima kenyataan bahwa perempuan
itulah yang mengisi suara si anjing robot.
Karater
Tak bernama “Jimmy Johnson”. Orang yang mengarang nama itu pastilah
sudah menghabiskan banyak waktu, pikir Tak. Adapun si anjing robot, namanya Wan-chan,
atau “Guguk” dalam bahasa Jepang. Setidaknya sekarang Tak paham permainan kata
di balik “Wan-derful English”—masuk akal juga, kayaknya sih. Wan-chan dirancang
oleh seorang pakar robotika ternama dari Universitas Tokyo, Profesor Handa.
Anjing itu sendiri dirahasiakan dari para pemeran serta sebagian besar kru dan
baru akan “diungkapkan” pada hari pertama latihan.
“Aku
menuliskan alamat situs kontes model kover di kartu yang kuberikan padamu!”
seru Trent ketika Tak hendak meninggalkan studio. “Pastikan kamu buka internet
dan memberikan suara untukku, ya!”
Catatan pribadi: Pastikan untuk menghilangkan kartu namanya di perjalanan
pulang.
=
Lewat faks, agen tersebut mengirimkan jadwal
latihan dan pengambilan gambar selama bulan pertama. Pada dasarnya latihan
dilakukan tiap Kamis malam dari pukul 5 sampai 9, sedangkan pengambilan gambar
tiap Sabtu dari pukul 10 pagi hingga “sepanjang yang diperlukan”. Tak senang
karena tiap Minggu kosong untuk acara rugbi, sedang ayahnya senang karena Tak
tidak perlu bolos sekolah.
Pada
pertengahan Februari tibalah skrip untuk dua episode pertama, karena mereka
akan mengambil gambar dua episode sekaligus dalam sekali waktu, mulai pada
akhir minggu itu. Episode pertama berkisar pada seorang teman yang memberi
keluarga Johnson si anjing robot sebagai hadiah “selamat datang ke Jepang”.
Selain itu, ada dialog tambahan di akhir untuk situs web interaktif acara itu.
Tak
baru menerima skrip tiga hari sebelum latihan Kamis pertama. Walaupun pada
awalnya dia tergelak karena bahasa Inggrisnya yang sangat disederhanakan itu,
pada Kamis itu ia agak bersyukur karena dua episode pertama kebanyakan isinya
cuma dialog-dialog seperti, “Hi, my name is Jimmy! Nice to meet you!”
dan “I’m fine, thanks! How are you?”
Latihan
Kamis bertempat di ruang rapat. Ketika Tak masuk, ia melihat si bintang acara
itu sedang duduk di meja, Wan-chan. Robot itu berukuran seperti pudel kecil,
tapi telinganya panjang seperti seekor anjing spaniel sedangkan ekornya
pencabut sumbat botol. Yang paling aneh justru warnanya—ungu terang. Ketika
melihat Tak datang, Profesor Handa menekan alat pengendali jarak jauh sehingga
tahu-tahu Wan-chan berdiri dan berjalan melintasi meja. Ia berhenti di depan
Tak dan mengangkat tangan kanannya.
Tak
melonjak saat si robot bilang, “Hello, Tak!” Lantas ia menyadari bahwa
itu suara Shana.
“Yoroshiku.
Nice to meet you. But I’m not Tak, I’m Jimmy.” Semua orang tertawa dan
bertepuk tangan.
Catatan pribadi: Pastikan tidak ada anak di sekolah yang tahu aku main di
acara aneh parah begini.
=
Minggu pertama berlalu secara kabur bagi Tak.
Setelah latihan pertama, si produser menginginkan banyak perubahan, sehingga
skrip yang telah diperbarui dikirimkan lewat faks pada Jumat sore. Sabtunya Tak
menghabiskan seharian di studio, dan ia tidak dapat memercayai betapa lamanya
yang diperlukan untuk membuat dua acara TV berdurasi lima belas menit. Ia makan
siang dan makan malam bersama para pemeran Wan-derful English di studio,
dan ketika akhirnya dia pulang pada pukul sepuluh Sabtu malam itu, ia berguling
kelelahan di tempat tidur. Berat rasanya bangun pada keesokan harinya untuk
latihan rugbi. Ia lega liburan musim semi sudah dekat.
=
Tak memerhatikan ada karakter baru yang bergabung
untuk episode ketiga. Skripnya mengatakan, “Jo, sepupu Tak yang berusia 13
tahun dari Amerika Serikat, berkunjung dan tinggal bersamanya di Tokyo.”
Sepertinya ini kabar baik—ada anak lain seumuran dia di acara ini mungkin bisa
memudarkan kesan “aneh” yang dirasakan Tak.
Ketika
dia tiba di latihan berikutnya, dalam keadaan terengah-engah dan berkeringat
akibat berlari sepanjang jalan dari stasiun bawah tanah, ia tidak melihat ada
tanda kehadiran cowok yang memerankan Jo. Ia duduk di meja dekat Narelle dan
merogoh-rogoh tasnya untuk mengambil skrip. Ia mendapati skripnya di dasar tas
renyuk dan lembap, setelah menyadari botol minumannya bocor.
Seorang
cewek terdengar berteriak, “Ohayo gozaimasu!” Tak tahu orang-orang TV
pada menyapa satu sama lain dengan “Selamat pagi!” ketika memasuki studio,
sekalipun saat malam, tapi dia terus saja lupa melakukannya. Begitu mendongak
untuk melihat siapakah pemilik suara itu, ia mengerang keras-keras. “Jo” itu
cewek? Si Cewek Chanto Shita!
Salah
seorang produser memperkenalkan si pendatang baru. “Semuanya, ini Rena. Ia akan
memainkan peran sepupu Jimmy, ‘Joanna’ atau ‘Jo’.”
Rena
membungkuk sopan kepada semua orang lalu memperkenalkan diri dalam bahasa
Jepang dan bahasa Inggris. Trent mengejap tidak senonoh dari seberang meja,
sementara Narella menyenggol rusuk Tak dengan sikunya. “Dia manis, ya!”
Rena
diarahkan ke tempat duduk kosong yang berhadapan dengan Tak. Begitu duduk,
cewek itu mengernyitkan hidung dan agak mengernyit. Tak mengira dia masih
berbau keringat.
“Enggak
disangka bakal ketemu kamu di sini,” Tak berkomentar.
“Aku
yang enggak menyangka bakal ketemu kamu,” Rena menjawab ketus, sambil
mengeluarkan map plastik merah jambu dengan skrip terbaring rapi di dalamnya.
Tak merenggut skripnya sendiri yang koyak dan memalingkan muka.
Catatan pribadi: Lain kali bawa kantong plastik. Cewek ini bikin mau muntah
saja.
=
Setelah liburan musim semi, tahun ajaran baru di
Jepang dimulai pada awal April. Tak naik ke kelas sembilan, tahun terakhir di
SMP. Semua gurunya tiba-tiba mulai membicarakan tentang ujian masuk SMA yang
akan dihadapi Tak dan teman-teman sekelasnya dalam waktu kurang dari setahun
lagi. Di antara latihan dan pengambilan gambar untuk acara TV, rugbi, dan PR,
hari-hari terbang memelesat.
AJE-TV
mulai mengudarakan acara itu pada Selasa sore pertengahan April, sebagai bagian
dari jadwal program untuk tahun ajaran baru. Ibu Tak merekam acara pertama di
pemutar DVD, dan seluruh keluarga pun duduk menontonnya setelah makan malam
hari itu. Acaranya ternyata menghibur juga walaupun ganjil, bahkan ayah Tak
tertawa keras-keras di beberapa bagian.
Karena
teman-teman Tak pada sibuk semua seusai sekolah dengan aktivitas
ekstrakurikuler atau belajar di bimbel, ia cukup percaya diri bahwa tidak
seorang pun dari mereka bakal menonton acara itu. Ibunya dan Keina ngebet
memberitahukannya kepada teman-teman mereka, tapi Tak memaksa mereka bersumpah
agar merahasiakannya.
=
Karena semakin akrab dengan para anggota pemain
lainnya, Tak mulai menikmati menongkrong bareng mereka. Trent sama-sama
berminat pada musik hiphop dan berteman dengan salah satu DJ ternama di Tokyo.
Ia berjanji mengajak Tak ke acara musik kapan-kapan. Narelle, setelah Tak
terbiasa dengan suaranya yang berdenyit itu, ternyata lucu dan mengetahui
banyak lelucon bagus. Shana menjadi pemeran tetap lain sebagai pembawa sebuah
acara musik dan menghibur Tak dengan cerita-cerita tentang para penyanyi serta
grup yang pernah dia jumpai.
Tak
bahkan menyenangi Wan-chan. Bekerja bersama pemain pendamping robot tidak
selalu berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Pengambilan gambar terhenti ketika
ada yang gagal berfungsi, sehingga Profesor Handa mesti lari ke dalam set dan
mengutak-atik ciptaannya sampai masalah teratasi.
Di
satu adegan Wan-chan sedang berjalan di sepanjang meja makan keluarga Johnson,
namun perkiraan waktu Profesor Handa dengan alat pengendali jarak jauhnya tidak
tepat sehingga ia tidak menghentikan robot itu cukup cepat. Wan-chan berjalan
melewati pinggir meja jatuh menubruk lantai studio. Para pemeran dan kru
terpana ngeri melihatnya karena robot kecil terbelah dua tepat di tengah.
Profesor
Handa pun tergopoh-gopoh menghampiri ciptaannya dan dengan sedih kedua
lengannya menimang kedua belahan itu. “Sepertinya ini tidak bisa selesai
diperbaiki hari ini,” gumamnya seraya menggeleng-geleng.
“Itai!
Sakit!” Shana membubuhkan adlib dengan suara Wan-chan, sehingga gelombang tawa
meredakan ketegangan.
Produser
dan penulis berkumpul bersama Profesor Handa kemudian mengumumkan bahwa
jadwalnya terlalu padat kalau ditunda. Semua adegan Wan-can akan diambil dari
sisi kanan, yang kerusakannya lebih kecil. Tidak akan ada pengambilan gambar
jarak dekat bagi anjing itu, sedang adegan-adegan yang mana dia seharusnya
bergerak pun segera saja ditulis ulang.
Catatan pribadi: Sepertinya acara mesti tetap berjalan—biarpun bintangnya
sudah terbelah dua.
=
Masalahnya tinggal Rena. Tak benar-benar tidak
dapat bergaul dengan dia. Rena selalu menghafal dialognya dengan sempurna dan
jarang mengacau, seperti Tak. Para pemeran dan kru yang lain maklum ini acara
TV pertama Tak sehingga bersabar terhadap dia. Semua orang yang lain agaknya
menganggap bahwa guyonan dan kelakar Tak kocak, namun Rena biasanya sekadar
memasang senyum palsu lagi tegang saat tidak menyukai sesuatu. Sayangnya bagi
Tak, ada banyak adegan Jimmy bersama Jo. Saat jeda, Tak sengaja mengobrol
dengan anggota pemeran yang lain namun mengabaikan Rena sesering mungkin.
Berkali-kali Rena berusaha mengobrol dengan dia, namun Tak menanggapinya hanya
dengan sepatah kata saja.
=
Suatu Senin pada awal Mei, Tak menyadari bahwa
kedoknya tersingkap. Ia mendapat banyak pesan teks dari anggota tim rugbinya
baik dalam bahasa Jepang maupun bahasa Inggris. “Wan-derful!” “Guk,
guk!” “Hi, Jimmy!” Saat ia mengecek surelnya, sama saja. Tidak
berapa lama kemudian ia pun memahami yang telah terjadi.
Salah
seorang teman rugbi Tak bersekolah di sekolah internasional yang sama dengan
Rena dan berteman dengan cewek itu di Facebook. Rena mengepos tautan ke halaman
utama Wan-derful English yang baru di situs web AJE-TV: “Acara TV
baruku! Tonton, ya!” Kalau tautannya diklik, muncul foto besar para pemain
beserta Tak terpampang jelas-jelas di tengah, sedang memeluk Wan-chan dan
menyengir layaknya idiot. Teman rugbi Tak itu mengepos ulang tautan ini di
dindingnya dan menyematkan Tak.
Ada
anak lain di sekolah Tak yang dulu juga pernah ikut tim rugbi, sehingga Rabunya
satu sekolah sudah mengetahui tentang itu. Malah anak-anak kelas tujuh
menghampirinya dan menyapanya dengan “Jimmy”.
Sedikit
banyak, Tak lega karena semuanya terkuak juga sekarang, dan ia menikmati segala
perhatian. Tapi, dia marah dengan Rena yang memulai segalanya. Acara TV
baruku! Terlebih lagi, ia mendapat permintaan teman dari Rena di Facebook
malam itu.
Catatan pribadi: OGAH.
=
Besok adalah latihan mingguan untuk acara itu.
Episode pertama yang diambil gambarnya minggu itu hanya melibatkan Tak, Rena,
dan si robot. Trent dan Narelle datang kemudian, begitu pula Shana, karena dia
hanya perlu mengisi suara.
Tak
tidak berucap apa pun kepada Rena sampai mereka beristirahat sementara produser
dan para penulis membahas perubahan terakhir.
“Aku
lihat pos Facebook-mu! ‘Acara TV baruku! Tonton, ya! Oh, aku kan bintang
film terkenal!’” kata Tak, seraya menirukan suara Rena.
Rena
meletakkan kaleng jusnya. “Aku enggak bilang aku bintangnya kok,” tegasnya.
“Tingkahmu
yang begitu,” jawab Tak ketus. Segala frustrasi yang telah dia rasakan sejak
hari pertama pun terjungkir keluar. “Kamu itu selalu saja mesti … chanto
shita dalam segala hal! Kamu itu Nona Serba Sempurna, tahu enggak!”
Wajah
Rena mendadak kusut dan matanya berkilap.
Oh,
ya ampun, batin Tak. Aku malah bikin dia menangis.
Tapi
Rena tidak menangis. Ia juga mengendus beberapa kali, seolah-olah untuk
menenangkan diri, lalu menyesap jus.
“Begitu,
ya, pendapatmu tentang aku?”
“Yah,
kamu enggak pernah berbuat kesalahan. Hanya karena kamu lebih berpengalaman!
Ini kan acara TV pertamaku.”
“Aku
juga!” kata Rena.
“Maji
de? Masak?” Tak heran. “Kamu mainnya kan … bagus!”
“Terima
kasih,” jawab Rena tersenyum tipis. “Aku banyak berlatih. Aku selalu takut mengacau
di depan semua aktor dan kru yang lain,” akunya.
“Aku
juga,” Tak menyetujui. Ia masih tidak memercayai bahwa si Cewek Chanto Shita
pendatang baru di dunia TV, sebagaimana dia.
“Jadi,
anu, seperti kataku tadi, aku banyak berlatih,” kata Rena, sembari minum jus
lagi. “Kalau mau, aku bisa …” suaranya memelan, tidak yakin Tak berminat dengan
kelanjutan perkataannya.
“Kamu
bisa apa?” dorong Tak.
“Yah,
aku bisa, anu, berlatih bareng kamu.” Ia melirik Tak sehingga cowok itu pun
mengangguk. “Aku gugup sekali sebelum syuting episode pertama sehingga Mom
meminta bantuan agenku. Dia meminta produser supaya aku bisa bicara dengan
Narelle, sehingga kami berhubungan lewat Skype dan melatih dialogku. Aku sangat
terbantu. Mungkin kita bisa berlatih di Skype atau manalah … Jumat sepulang
sekolah?” tanyanya ragu. “Anu, kamu punya Skype?”
Tak
mengangguk. Gagasan Rena boleh juga. “Jumat malam biasanya ada waktu luang.
Kamu mau coba buat minggu depan?”
“Oke.”
Rena terlihat jauh lebih riang sekarang. “Ide yang … wan-derful!”
“Memang,”
Tak menyengir. “Tapi biar aku saja yang guyon.”
Catatan pribadi: Cari dia di Facebook. Untuk ukuran cewek chanto shita, dia lumayan juga.
Louise George Kittaka orang Selandia Baru yang tinggal di Tokyo bersama
keluarganya dan tiga ekor kucing. Ia editor dan penulis lepas untuk penerbitan
di bidang pendidikan, dan juga bekerja bersama para remaja berkebutuhan khusus.
Ia pernah menjadi penulis pendamping untuk dua buku pengasuhan berbahasa Jepang
mengenai pemakaian bahasa Inggris bersama anak-anak. www.mamabaka.com
Cerpen ini diterjemahkan dari "Just Wan-derful" dalam Tomo: Friendship Through Fiction—An Anthology
of Japan Teen Stories, disunting dan diberi kata pengantar oleh Holly
Thompson, diterbitkan oleh Stone Bridge Press, California, edisi pertama, 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar