Berlari terhuyung-huyung menembus kegelapan kota yang seperti mimpi.
Aku sendirian.
Terengah-engah. Aku tidak mungkin pulang dengan seragam sekolahku kotor begini.
Aku basah kuyup sampai ke kulit, tubuhku kedinginan, tapi panas keringat yang
menguap samar-samar menggayut tidak nyaman di seputar leherku.
Saat itu sudah
akhir musim hujan, namun aku dicurahinya dengan pukulan bertalu-talu. Aku
mengusap wajah. Aku kembali menyeka rambutku ke belakang. Aku meradang seperti makhluk buas yang kakinya dihunjam
duri. Jantungku memperlihatkan sederet taring yang menggerogoti dadaku.
Menampakkan frustrasi tak terkendali dan cemas tak berbatas. Aku terbakar
hangus oleh gemparnya keputusasaan dan aku bertahan di tepi kejatuhan.
Aku tidak bisa mengibaskan
wajah mereka, yang membekas hitam dalam ingatanku.
Tak ada jalan untuk melarikan diri. Aku terpojok. Aku berharap hujan dapat mencuci bersih ingatanku.