Suatu Sabtu kala aku berjalan di Corrientes mencari wanita
impianku, atau wanita mana pun boleh, aku berbelok ke Pueyrredón mengintil
seorang wanita berambut gelap yang menarik sedang berlenggak-lenggok pongah.
Aku menjangkaunya di Plaza Once, tetapi rupanya si rambut cokelat ini seorang profesional.
Saat ia mengutip tiga kali lipat dari harga yang kutawarkan, dalam kepala aku
menjumlahkan yang ada di kantongku, sekalipun aku tahu tak ada gunanya.
Dua-lima bisa dapat apa? tanyaku. Beli permen saja, sarannya, kemudian
menyeberangi Rivadavia, sambil goyangan bokongnya menjadi-jadi, sebagaimana
yang dilakukan para wanita kala menyadari mereka sedang diamati.
Aku mau berbalik, tetapi ketika menyeberangi plaza tersebut aku memerhatikan ada cahaya berwarna-warni di puncak sebuah gedung tua berlantai dua atau tiga. Ada arena dansa, pikirku. Berdansa di Barrio Once: waktunya untuk cinta satu malam. Maka aku seberangi jalan. Sejenak kemudian aku menyadari mestinya masuk dari yang ada tulisan Hotel Marcone; ruangan dansanya ada di lantai paling atas hotel tersebut, dan rupanya tempat itu hanya bisa dicapai dengan lift reyot yang berderit-derit sepanjang jalan. Operator lift itu mengangkat keempat jarinya untuk memberitahuku di lantai mana ruangan itu berada, maka aku memasuki lift itu bersama tiga lelaki lain sekitar usiaku. Salah seorang di antara mereka menata rambutnya dibelah tengah; selagi lift naik, ia mengeluarkan sisir dan meluruskan belahan rambutnya seraya memandang ke cermin.