Aku jadi mulai membenci
diriku sendiri, saking penuh sesal mendalam aku pun meledakkan air mata.
“Aku tidak bermaksud berkata
begitu,” aku memohon. “Aku sama sekali tak ada niatan mengatakan itu. Ah Tuhan!
Betapa malunya aku!” Aku menggelongsor di meja dapur, memangku kepala dengan
kedua tanganku, dan menangis tanpa kendali.
“Sayang! Sayang!” Istriku
tergesa menyanggaku dari belakang, sendirinya tersedu keras.
Si pria berkumis, yang pula terus meratap dan meraung serupa bayi, kini sekonyong-konyong berhenti dan memancangkan matanya yang merah kepadaku. “Tolong, bekerja samalah dengan saya. Saya berusaha sekeras-kerasnya demi Anda. Bukan—bagi semua orang di blok ini. Yang lainnya pada sangat kooperatif. Sebagian jadi sangat berhemat. Contohnya saja, tetangga Anda keluarga Hamaguchi. Mereka tidak beli TV baru, mereka tidak beli mesin cuci baru. Mereka tabah dan tabah dan tabah, dan kini mereka telah menabung lima belas juta yen—hampir cukup untuk beli rumah baru!”