Pajak pendapatan hanya dapat dibebankan atas uang yang Anda hasilkan, maka elemen pajak ini bukan masalah bagi siapa saja yang menghendaki hidup tanpa uang. Bagi Anda yang tidak membayarnya atas alasan apa pun, sekalipun Anda tidak mengeklaim manfaat dari tunjangan sosial atau layanan publik apa pun, akan ada yang menuduh Anda telah mengksploitasi dan menggantungkan diri pada pajak yang dibayarkan orang lain, dan itu berkenaan dengan wilayah. Kendati saya sepenuhnya bersimpati dengan sentimen banyak pembayar pajak atas hal ini (saya sendiri pembayar pajak, karena saya membayar pajak atas penjualan buku saya), saya juga percaya bahwa seorang manusia harus memiliki sedikitnya hak asasi untuk tidak memercayai kisahan uang, sebagaimana seorang dewasa pembayar pajak dapat mempertahankan ketidakpercayaannya terhadap cerita Sinterklas jika mereka menghendaki demikian. Kalau orang lain mau menggunakan uang, itu pilihan mereka. Namun saya tidak menganut pandangan bahwa hanya karena sebagian orang melakukannya, maka semua orang harus seperti itu juga. Pajak hanya dapat dibayar dengan alat pembayaran yang sah, yang mana sebagian besar orang hanya dapat memperolehnya dengan mempertukarkan waktu mereka dengan itu. Dengan demikian, pajak memaksa orang meninggalkan cara hidup swasembada untuk mengikuti ekonomi pasar dan upah. Cacing tanah, pohon, dan lebah tidak membayar pajak, ataupun memercayai kisahan tentang uang, tetapi bukan berarti mereka tidak memiliki peranan yang benar-benar penting dalam kehidupan di Bumi.
Akan tetapi,
jika jantung Anda berdetak dan kaki Anda cenderung berada di sepotong Bumi yang
dimiliki secara pribadi yang ditetapkan sebagai Inggris Raya, Anda wajib
membayar pajak dewan (jika Anda tinggal di luar Inggris Raya, ini bisa menjadi
penghambat bisa juga tidak). Apakah Anda benar-benar harus membayarkan pajak
dewan itu atau tidak adalah soal lain. Pada waktu ini ditulis, jika Anda
berpenghasilan rendah atau penganggur, Anda dapat mengeklaim tunjangan pajak
dewan untuk menggantikannya, tetapi sekali lagi, ini hal rumit: untuk
mengeklaim tunjangan tersebut, Anda harus membuktikan bahwa Anda penganggur
dengan menunjukkan klaim tunjangan pencari kerja atau bentuk pembayaran
kesejahteraan sosial lainnya yang serupa, yang mana dengan begitu Anda tidak
hidup tanpa uang sama sekali. Satu solusinya adalah Anda dapat memberikan
tunjangan Anda kepada tunawisma yang, karena berbagai persoalan pribadi dan
birokratis, tidak dapat mengeklaim Tunjangan Pencari Kerja, tetapi dengan
begitu jadinya permainan tolol dengan sistem, yang sulit dikatakan sebagai
semangat sebenarnya dari menjalani ekonomi kasih yang terlokalisasi
bersama-sama makhluk hidup lainnya.
Solusi
lain yang potensial untuk dipertimbangkan adalah konsep Freeman on the Land (Orang
Bebas di Lahan)[1], yang mana
merupakan gerakan dari orang-orang yang menyatakan diri mereka berada di luar
Undang Undang Statuta, dengan menggunakan ‘Pemberontakan Sah’ (Lawful
Rebellion) dalam prosesnya. Mereka mengeklaim bahwa Undang Undang Statuta
(atau Statute Acts, sebagaimana mereka menyebutnya) bersifat kontraktual
dan oleh karena itu hanya berlaku pada subjek hukum sebagaimana
direpresentasikan oleh akta kelahiran, tetapi bukanlah manusia sejati di
baliknya yang mana bagi mereka hanya berlaku Hukum Umum (Common Law),
kecuali mereka berkenan sebaliknya. Dengan sendirinya ini merupakan topik yang
sangat luas dan di luar cakupan buku ini, selain daripada rekomendasi saya agar
Anda menyelidikinya sendiri untuk kemudian menyimpulkannya sendiri berkenaan
dengan pajak dewan. Sebagian Freemen (Orang Bebas) mengeklaim bahwa Anda
tak perlu membayarnya jika Anda tidak berkenan dengan kontrak mereka. Saya
telah melihat bukti berupa surat dari dewan yang niscaya mendukung klaim ini,
dari seseorang yang mengeklaim telah memenangi kasus sehubungan dengan tidak
membayar pajak dewan, tetapi saya tidak dapat memeriksa keaslian surat ini
ataupun kejadian di baliknya. Kalau Anda mau memilih rute ini, Anda sungguh
perlu memahami cara melakukannya dan bersiap menerima segala yang menyertainya,
baik secara hukum maupun artinya bagi kehidupan Anda.
Jika Anda
memilih hidup tanpa konsep utang atau kredit (lain dengan sekadar bokek karena
sistem ekonomi yang Anda dipaksa ke dalamnya telah mengecewakan Anda), saya
rasa Anda sebaiknya betul-betul mempertimbangkan apakah konsisten untuk
memanfaatkan keuntungan-keuntungan yang disediakan ekonomi moneter, seperti
layanan kesehatan gratis yang terindustrialisasi, perpustakaan yang didanai
dari pajak, layanan pemadam kebakaran, dan sebagainya. Kalau tidak, kritik
tersebut memang sudah sepantasnya.
Kalau
Anda kira kompleksitasnya cukup sampai di situ, Anda salah. Banyak orang yang
menentang ekonomi moneter, atas alasan apapun, meyakini bahwa kita masih berhak
memanfaatkan mesin dialisis, mobil pemadam kebakaran, dan buku-buku dalam model
ekonomi nonmoneter (saya tidak setuju). Mereka mengeklaim bahwa mereka telah
dipaksa mengikuti model moneter ini, dan kendati tak ingin melanggengkannya,
mereka merasa masih berhak memanfaatkannya hingga kemanusiaan sadar akan sistem
ekonomi yang lebih mengasihi dan terhubung. Ini posisi yang diambil oleh banyak
gerakan seperti Zeitgest, dan walaupun saya bersimpati dengan sikap tersebut,
saya belum teryakinkan akan bagaimana itu mungkin berlangsung dalam skala makro
di dunia nyata.
Apakah
orang mesti membayar pajak dewan atau tidak adalah persoalan filosofis yang
sangat besar, dan opini pun terpecah belah habis-habisan. Saking kompleksnya
hingga saya sendiri tak bisa menentukannya, padahal saya pendukung keras dunia
tanpa uang. Secara filosofis, saya menyakini pajak dewan itu bukan hal yang
sepatutnya, karena secara efektif merupakan pajak atas bernapas apabila
diterapkan di negara yang tidak lagi memiliki lahan bersama yang dapat dihuni
siapa saja, dan hanyalah salah satu alat untuk memaksa orang ke luar dari
ekonomi nonmoneter swasembada (subsistence, non-monetary economy) ke
dalam ekonomi moneter upahan (wage, monetary economy). Atas alasan itu
saja, pajak dewan layak untuk dilawan dan saya sepenuhnya mendukung siapa pun
yang melawannya.
Akan
tetapi, dari sudut pandang realistis, pajak dewan memang disalurkan untuk
sarana-sarana yang disenangi oleh kebanyakan pakar ekonomi nonmoneter, seperti:
pemadam kebakaran, perpustakaan, penjagaan polisi, dan seterusnya. Bila secara
fisik Anda mampu dan cukup terampil untuk membayar pajak dewan tetapi
menolaknya, memang menimbulkan sejumlah pertanggungjawaban. Dalam hal ini yaitu
bertanggung jawab untuk mengurus sendiri kebutuhan Anda, boleh jadi
bersama-sama orang lainnya di lingkungan tempat tinggal Anda yang juga tidak
hendak memercayai kisahan uang lagi. Sekali lagi, sebagian orang akan
berpendapat bahwa mustahil tidak menggunakan jasa polisi, karena keberadaan
mereka memang diperlukan untuk menyediakan penjagaan, kecuali Anda memasang
tanda di rumah Anda yang menyatakan “Kami tidak akan menelepon polisi jika Anda
membobol.” Akibatnya ini berlawanan dengan fakta bahwa dalam sistem hukum yang
ada, kalau ada orang berusaha membekuk sendiri pembunuh, perampok, ataupun
bankir, mereka menjebak diri sendiri untuk bisa digugat.
Persoalan macam itu sering ramai diperdebatkan oleh kedua belah pihak, dan saya dapat memahami kedua argumen mereka. Dengan menciptakan kisahan uang dahulu sekali, dan lantas mencuci otak kita sendiri hingga meyakini bahwa uang adalah suatu truisme universal, kita telah mempersulit diri, dan terus terang saya tidak bisa memberikan nasihat apa pun dalam hal ini. Saya merasa bahwa selama Anda berasal dari suatu tempat yang penuh kasih sayang, dari diri yang holistis dan bukannya egosentris, dan Anda pun berusaha aktif mengubah mitos sosial yang menciptakan dilema ilusif serupa itu sedari mula, maka Anda tidak akan menyimpang terlalu jauh dari rute mana pun yang Anda ambil.
Jika Anda ingin hidup tanpa kisahan uang tetapi masih memanfaatkan sebagian layanan yang disediakan oleh dewan setempat (terlepas dari Anda menyukainya atau tidak), kompromi yang adil, yang menghargai kebutuhan semua orang yang terlibat, adalah dengan menyumbangkan sebagian waktu dan pengetahuan Anda kepada masyarakat setempat dengan cara apa pun yang berguna bagi mereka. Saya berharap siapa saja yang hidup tanpa uang akan melakukan hal ini, tanpa perlu ada kesepakatan resmi, karena kehidupan tanpa memedulikan orang-orang di sekitar Anda bukanlah kehidupan tanpa uang yang saya anjurkan dan secara pribadi saya tidak mau dikaitkan dengan hal itu.
[1] Untuk informasi lebih lanjut mengenai gerakan Freeman on the Land, kunjungi situs web The People’s United Community (TPUC) www.tpuc.org.
Teks ini diterjemahkan dari subbab "Council tax – the tax on being alive" dalam buku The Moneyless Manifesto oleh Mark Boyle (2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar