Di Griya Mita[1]
kamar 201, pintu yang memisahkan bagian dalam kamarku dari dunia luar kini
tegak membuka. Aku dan wanita dengan misi keagamaan ini—tidak ada lagi yang
memisahkan kami.
Lantas, aku melihatnya. Di sebelah kanan
belakang wanita dengan senyum-pengabar-Injil yang tiada habis ini, berdiri
perempuan lain.
Apakah mereka berencana memanfaatkan dua
orang untuk merekrutku? Apakah mereka hendak mencondongkan keseimbangan
kekuatan, dua melawan satu? Betapa
pengecutnya!
Lantas, terbitlah kesadaran lain. Aku
memerhatikan betapa mudanya perekrut religi yang satu lagi.
Entah kenapa, sekalipun pada pagi April
yang tenteram ini matahari bersinar lembut, gadis itu menaungi diri dengan
payung-pelindung-matahari yang putih bersih. Meskipun aku tidak bisa melihat
wajahnya, yang tersembunyikan oleh payung, aku bisa tahu bahwa ia muda, apalagi
dibandingkan dengan si wanita paruh baya. Malah, terlihat jelas bahwa ia lebih
muda dari padaku.