Aku tiba di Kota
London. Entah bagaimana mereka berhasil mendaftarkan sebidang lahan ini sebagai
suatu badan hukum swasta, kesatuan yang secara hukum terpisah dari Britania
Raya di sekitarnya. Ini merupakan surga bagi kaum kaya yang kotor.
Jalanan dipenuhi para pebisnis bertampang menyedihkan yang bergegas dari
satu tempat ke tempat lain, seraya menggigiti roti lapis untuk makan siang.
Mereka tidak sempat berhenti, apalagi makan. Uang harus dihasilkan,
bagaimanapun caranya.
Di jantung ibu kota keuangan ini, di antara segala kemegahan itu, berdiri
satu blok flat merah yang telantar. Bangunan itu memiliki empat lantai dan
jendelanya ditutupi koran bekas. Rumah ini dimiliki suatu perusahaan cangkang (shell corporation) mencurigakan,
terdaftar di suatu negara antah-berantah yang entahkah memang ada.
Secara pas, tempat ini disebut The Shell. Penduduknya para penghuni liar:
anarkis, seniman, aktivis, mahasiswa, dan orang-orang rendahan lainnya yang
tidak mampu membayar sewa tinggi di lingkungan ini.
Aku mengetuk pintu. Tidak ada yang terjadi. Aku mengetuk lebih keras.
Menunggu. Menunggu. Menunggu. Tak ada sahutan.
Baru aku hendak mengetuk untuk ketiga kali. Seorang pria Jerman berambut
ikal membuka pintu. Kelihatannya aku sudah mengenal dia. Sebenarnya, aku pernah
bertemu dia di acara kumpul penebeng di Portugis, tapi waktu itu aku belum
ingat. Ada orang lainnya yang menganjurkan The Shell. Aku tidak mengira bakal
mengenal siapa pun di sini. Dia juga tidak mengingatku.
Bagaimanapun juga dia menyambutku dan mengajakku melihat-lihat.
Orang-orangnya pada ramah dan mereka senang membolehkanku tinggal di sini
secara cuma-cuma. Satu orang, yang ada kecenderungan paranoia, melimpahiku
dengan pertanyaan, mungkin mengira aku ini polisi yang menyamar. Terlepas dari
beberapa orang aneh, tempat ini diisi para pemuda berpendidikan tinggi, cerdas,
dan peduli dari semua penjuru Eropa.
Aku ambil bagian dalam memulung di tempat sampah, memasak, mencuci piring,
dan kegiatan bersih-bersih lainnya. Mereka suka aku dan aku suka mereka.
Sedikit demi sedikit ingatan timbul dan pertemanan yang lalu dengan si pria
Jerman dimulai lagi. Awalnya aku cuma akan tinggal semalam. Akhirnya aku
tinggal sampai dua minggu.
Ini sama sekali bukan yang pertama kali aku tinggal di hunian liar. Aku
sudah terbiasa oleh kenyataan bahwa kadang kala timbul perdebatan dalam cara
hidup bersama yang bagaimanapun. Biasanya itu berupa percekcokan satu lawan
satu atau perselisihan biasa soal giliran mencuci piring. Di hunian liar
sebelumnya, tempat aku tinggal beberapa hari, seorang kawan Lithuania
“kelondon-londonan” yang ramah bahkan menyarankan agar kami sebaiknya memasang
kamera CCTV di dapur. Tidak perlu dikatakan lagi, ini ditolak mentah-mentah
oleh para anarkis.
Masalah terbesar di The Shell agaknya kenyataan bahwa sebagian orang
cenderung mengundang tamu yang berkelakuan kurang baik serta tidak ada cara
untuk mengendalikan aliran orang yang tak henti-hentinya datang dan pergi.
Pembahasan ini membuatku gelisah. Tapi, sebentar kemudian, aku menyadari bahwa
mereka bukan sedang membicarakanku. Tampaknya ada sekelompok orang yang punya
kebiasaan mampir dan berpesta agak terlalu ramai.
Ini dan berbagai persoalan lainnya dibicarakan bersama, dengan agak kalut.
Entah bagaimana penghuni liar yang lebih berpengalaman berhasil mengalihkan
cercaan pribadi yang keji menjadi diskusi yang konstruktif. Pada akhirnya,
keputusan dibuat bersama secara damai. Aku menghargai kecakapan moderasi
mereka.
Hanya sekali aku menerima masukan konstruktif-yang-blak-blakan. Alasannya:
minta tembakau. Salah seorang penghuni liar tidak suka kenyataan bahwa aku
merokok harta karun orang lain. Aku memahami rasa frustrasi dia. Penyebab
kanker paru-paru yang sedap ini di London harganya gila-gilaan dan, terus
terang, ini justru bukan kebutuhan dasar yang hidupku bergantung padanya.
Ketika kembali dari perjalanan singkat ke Skotlandia, aku membawakan
sekantong besar tembakau untuk dibagikan pada semua orang. Aku memperolehnya
sebagai hadiah dan hadiah untuk dimanfaatkan bersama. Semua orang senang.
Selama di sana, aku mendapatkan pengalaman menakjubkan berupa pertunjukan
tari, konser, seni pagelaran, puisi panggung, diskusi mendalam, tawa, sukaria,
pertemanan, drama, perdebatan, rapat rumah tangga, tur sepeda keliling kota,
kunjungan gratis ke sebagian galeri seni terbaik di dunia, bahkan pembukaan
stasiun pemadam kebakaran liar. Acara-acara kebersamaan yang membangkitkan
semangat ini merupakan bumbu dalam kehidupan penghuni liar.
The Shell sudah tiga kali diserobot. Saat ini para penghuni liar sedang
bertarung di pengadilan. Mereka telah membuat jadwal menurut siapa-siapa yang
berbagi tanggung jawab menghadiri sesi pengadilan mingguan.
Aku mengagumi dedikasi, dukungan, pertemanan, kepercayaan, dan tekad yang
mereka tunjukkan sementara hidup dalam rasa ketidakpastian ini. Para penghuni
liar mesti menerima kenyataan bahwa kapan pun, ketika pulang kerja, mereka
mungkin tidak lagi memiliki rumah. Penggusuran merupakan kemungkinan yang
nyata. Ketika itu terjadi, semua usaha mereka menjadi sia-sia. Mereka telah
bekerja keras untuk merenovasi bangunan, menciptakan komunitas, bukan hanya
bagi mereka, tapi bagi seluruh lingkungan. Lalu, dalam semalam, semua itu dapat
lenyap.
Mereka akan segera digusur, apa pun yang mereka katakan di pengadilan.
Namun mereka bersiap-siap. Mereka memiliki rencana pelarian dari serangan
polisi. Mereka tahu tempat mereka akan tinggal semalam saat penggusuran
terjadi. Mereka bahkan mempersiapkan untuk membuka kembali tempat itu begitu
situasi telah reda. Dan mereka sudah merencanakan bangunan lagi jika yang satu
ini tidak bisa diperoleh kembali.
Yang terpenting, mereka telah mengamankan dukungan kawan-kawan dan para
tetangga. Akan dihelat perlawanan besar-besaran, beberapa hari yang diisi oleh
lokakarya, diskusi, konsultasi hukum, katering, dan pertunjukan gratis.
Sayangnya aku punya rencana lain dan tidak bisa ikut dalam perhelatan itu.
Meski begitu, aku bersyukur atas waktu yang kualami bersama orang-orang
mengagumkan ini. Aku tahu akan selalu jaga kontak dengan sebagian dari mereka.
Dan, suatu hari, aku mungkin mengetuk pintu lain yang dibuka oleh kawan
lama dari The Shell. Aku mungkin tidak langsung ingat dia tapi, bisa
dipastikan, pertemanan lama dihidupkan lagi di tempat-tempat yang paling tidak
mungkin.
Tips untuk
menemukan naungan:
Istirahat Sebentar: Hospex dan Menunggui Rumah
Siesta yang Layak: Tidur di Luar
Tidur Nyenyak: Menyerobot Lahan
Teks asli dalam bahasa
Inggris dapat diunduh di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar