Kembali pada pertemuan antara Sumire dan
Miu.
Miu pernah mendengar tentang
Jack Kerouac, dan samar-samar merasa itu nama pengarang suatu novel. Tapi
novelis macam apa, ia tidak ingat. "Kerouac... hmmm.... Dia itu Sputnik,
bukan, ya?"
Sumire tidak mengerti maksud
Miu. Sementara memikirkannya, pisau dan garpu yang dipegangnya tertahan di
udara. "Sputnik? Maksudnya satelit pertama Soviet yang diberangkatkan
tahun limapuluhan itu? Jack Kerouac itu novelis dari Amerika. Memang
sepertinya mereka muncul pada waktu yang bersamaan...."
"Itu sebutan untuk para
penulis zaman dulu, kan, ya?" tanya Miu. Ujung jarinya berputar-putar di
meja seakan tengah mengaduk-aduk semacam toples yang terisi penuh oleh
ingatan.
"Semacam gerakan
kesusasteraan. Tahu kan--penulis itu alirannya ada macam-macam. Misalnya Shiga
Naoya dengan White Birch School."
Sumire pun akhirnya paham.
"Beatnik!"
Sekilas Miu mengusap sudut
bibirnya dengan serbet. "Beatnik--Sputnik. Aku tidak pernah hafal istilah
semacam itu. Juga yang seperti Restorasi Kemmu, Perjanjian Rapallo, atau
sejarah purbakala."
Keheningan perlahan hinggap
di antara mereka, selambat jalannya waktu.
"Perjanjian
Rapallo?" tanya Sumire.
Miu tersenyum. Senyumnya
akrab lagi merawankan, ibarat barang antik berharga yang dikeluarkan dari bagian
dalam lemari. Matanya menyipit hingga membuatnya makin memesona. Dengan
lembut jemarinya yang panjang lagi ramping menjangkau dan mengacak rambut
Sumire yang sudah kusut dari sananya. Tindakan spontan yang hanya dapat
dibalas oleh Sumire dengan senyum.
Sejak hari itu, Sumire menyebut Miu
dengan panggilan khusus yaitu Sputnik Sayang. Ia senang
mendengarnya, membuatnya teringat akan Laika. Satelit yang membawa anjing itu
melintasi angkasa luar nan kelam dalam kesunyian. Sepasang mata Laika yang
gelap dan bercahaya menembus keluar jendela. Dalam kelengangan angkasa yang tak
terhingga, apakah yang mungkin sedang dilihatnya?
Penggalan dari novel Sputnik Sweetheart oleh Haruki Murakami (1999), edisi bahasa Inggris oleh Philip Gabriel (2001)