Aku sering menudungi mataku dengan topi
demi mengamati burung lark[1] membubung atau
elang bergantung di langit musim panas, serta layang-layang berputar mengitari
hutan. Aku sering berlama-lama di tepi hutan demi mendengar burung-burung
merpati mengepakkan sayap di antara pohon-pohon ek hitam. Aku senang mencari
bunga-bunga yang unik dan menggumamkan pujian padanya. Aku cinta padang rumput
dan keriuhannya, tumbuhannya yang berduri, serta jalur jejak biri-biri yang
membelahnya. Aku memuja rawa liar serta bangau penyendiri yang melintas di atas
langitnya yang muram. Aku senang menjelajahi padang di antara liang-liang
kelinci dan furze[2] yang berbunga
emas. Aku merebahkan diri di atas bukit berlumut atau gundukan tikus mondok
yang ditumbuhi thyme demi melihat
pemandangan musim panas … Aku memerhatikan ladang-ladang yang terhampar rata,
dengan petak-petak yang berbeda-beda warnanya seperti pada peta; semanggi
berwarna tembaga yang sedang berbunga; rumput hijau kecokelatan yang sudah
masak; jelai dan gandum yang warna-warninya lebih cerah seperti campuran antara
sorot matahari senja pada bunga charlock[3] dan tiruannya pada orang yang mengidap
sakit jengkering[4];
tongkol-tongkol jagung biru[5] menyesakkan
warnanya yang indah menyerupai lautan luas pada tanah, mengusik ladang dengan
kecantikannya yang rawan; pepohonan hutan yang hijaunya beragam-ragam, pohon ek
hitam, pohon ash pucat, pohon limau ranum,
dan pohon poplar putih menatap dari
atas tumbuhan lainnya bagaikan menara berdaun, pohon willow hijau yang bersinar sejuk dalam terang matahari, seakan
embun pagi masih bergelayut pada hijaunya yang adem. Aku cinta padang rumput di
danau serta bendera-benderanya dan warna ungu di sepanjang tepian airnya. Aku
suka mendengar bisikan angin di sela alang-alang bermahkota bulu, melihat lidi
air mengangguk-angguk lembut pada air yang beriak; dan pada malam-malam panen
aku suka menyaksikan matahari yang keras kepala turun di balik penjara dan
mengintip lagi dalam rupa lengkung setengah lingkaran seakan ia tak ingin pergi
… Aku terpesona mengamati semua ini sejak dulu. Namun aku tak tahu apa-apa
tentang puisi. Itu terasakan namun tak terutarakan.[]
Dari Nature Writing: The Tradition in English, Ed. Robert Finch & John Elder, 2002, W. W. Norton & Company. Teks rujukan dapat dilihat di sini.
[1] Sejenis burung kicauan
dari famili Alaudidae
[2] Sejenis semak berduri
dari genus Ulex dan famili kacang-kacangan, tumbuh sepanjang tahun di Eropa
[3] Sejenis rumput yang
tumbuh di kawasan Eropa dan Asia, berbunga kuning, dengan daun dan batang
berbulu
[4] Penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman. Kuman tersebut menghasilkan zat racun yang menimbulkan
bercak-bercak merah menyala pada kulit.
[5] Varietas jagung yang
tumbuh di Meksiko dan Amerika Serikat barat daya, pertama kali dibudidayakan
oleh suku Hopi (penduduk asli Amerika)
2 komentar:
Kalo yang ini suka sama endingnya. Saya nangkapnya kalau ini keluhan penulis yang ngak bisa berpuisi.
Iya ... saking indahnya alam semesta sampai2 manusia sulit mengungkapkan itu lewat bahasanya. He he he.
Posting Komentar