“Charles!”
Kubuka
mata. Di luar sudah gelap. Sudah berapa lama aku di sini?
“Charles!”
teriak Bel lagi dari lorong. “Telepon!”
Buru-buru
kuturuni tangga. “Dari Mata-Penerawang Apalah,” ucap Bel, sambil menyerahkan
telepon.
“Oh ya,”
sahutku acuh tak acuh, “kami mau main tenis besok pagi.” Sambil membawa telepon
ke ruang resital, aku berbisik, “M?”
“C?”
“Situasinya
berubah. Kita harus bergerak cepat. Ayo mulai ke bisnis.”
Jaminan
Bersegel Emas si Mata-Penerawang Segala bukanlah dusta. Dalam beberapa jam saja
sejak aku meninggalkannya, ia telah mengumpulkan berbagai informasi tentang
musuhku. Frank, seperti yang sudah kuduga, berasal dari wilayah yang buruk,
pernah menjadi murid sekolah jelek yang paling sedikit tiap setahun sekali
mengalami kebakaran, keluar dengan nilai kelulusan yang kabur, belum
pernah menikah walau dicurigai merupakan ayah dari seorang atau lebih anak di
wilayah tersebut, pernah berkuliah di akademi teknik tempat ia mempelajari
Perbaikan Panel (satu tahun) dan Perbaikan Panel Lanjutan (satu tahun), sebelum
dinas keluar negeri bersama Pasukan Penjaga Perdamaian PBB. “Setelah menjadi
Penjaga Perdamaian,” kata MacGillycuddy padaku, “ia mulai bekerja menyalurkan
rongsokan di Dublin, lalu masuk ke usaha penyelamatan bangunan. Tahun lalu ia
memulai usahanya sendiri. Usahanya berjalan sangat baik.”