Kecanduan
memiliki pengaruh yang sangat kuat. Perhatikan saja pecandu heroin atau alkohol
untuk memahami betapa kecanduan dapat menguasai serta melemahkan orang. Pecandu
alkohol yang menyadari bahwa mereka memiliki masalah mengetahui bahwa hidup
mereka akan jauh lebih baik tanpa minuman keras. Sebagian besar pecandu alkohol
mengetahui bahwa minuman keras merusak segala hubungan berharga dalam hidup
mereka, sebagian bahkan mengetahui bahwa barang itu pada akhirnya akan membunuh
mereka kecuali kalau mereka berhenti. Walaupun meminum alkohol tidak
membahagiakan, mereka tetap tidak bisa menghentikannya.
Kini kita telah
menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang tiada henti menjadikan planet Bumi
tidak layak huni bagi 150-200 spesies setiap harinya (yang berarti hingga
73.000 spesies setahun, dan itu pun hanya spesies yang dikenali)[1], dan saya
telah menunjukkan bahwa ini hanya dapat dipermudah dengan sarana seperti uang.
Barangkali kita tinggal menunggu waktu untuk masuk ke dalam statistik tersebut,
bukan berarti kita harus menganggap diri lebih penting daripada makhluk
lainnya: Dodo, Macan Tasmania, Merpati Penumpang, burung Po’ouli, Badak Hitam
Afrika Barat—daftarnya sungguh panjang. Walau demikian, kita juga menyadari
bahwa pertumbuhan ekonomi tidak membahagiakan kita—orang yang selalu dahaga
tidak pernah bisa dipuaskan.
Namun kita
kecanduan. Kecanduan pada pertumbuhan, pada yang lebih banyak, lebih besar,
lebih cepat, pada status, pada ilusi akan kepastian, kemudahan, kesemenjanaan,
pada taraf kenyamanan yang tidak sehat dan tidak imbang, pada makanan olahan,
pada konformitas, pada segalanya siang-malam tanpa henti. Kita kecanduan
mengonsumsi planet ini, dan semua itu menjadi balok bangunan dasar yang
menyusun daging dan tulang kita. Kita membunuh diri egosentris maupun holistis
kita, dan tampaknya kita tidak mampu berbuat apa pun juga.
Kecanduan
bukanlah hambatan paling umum dalam menjalani hidup tanpa uang dan bersahaja
secara sukarela yang disampaikan orang pada saya. Herannya, sedikit saja yang
menyebut soal kecanduan. Namun saya biasa berjumpa orang yang mengatakan mereka
sebenarnya mau berubah tetapi kemudian memberi tahu saya mereka tidak sanggup.
Agaknya mereka begitu terjerat dengan kebiasaan yang tidak dapat mereka
lepaskan. Apakah ini kecanduan, dan jika demikian bagaimana kita dapat
mengatasinya? Untuk mengetahui lebih jauh, saya mewawancarai Dr. Chris
Johnstone, yang bekerja sebagai spesialis kecanduan di National Health Service
Kerajaan Britania selama hampir dua puluh tahun. Bukunya Find Your Power[2] serta Active Power[3] (yang
ditulis bersama Joanna Macy) memberikan pemahaman mulai dari soal pemulihan
kecanduan hingga penanganan isu global.
MB: Apa itu
kecanduan?
CJ: Kecanduan adalah ketika kita menjadi begitu terikat oleh
penggunaan zat atau perilaku sehingga kita merasakan keinginan yang luar biasa
terhadapnya, terus mengulanginya walaupun kita menyadari itu berbahaya, dan
sulit mengendalikan penggunaannya. Sering kali ini berupa penggunaan narkoba
dan alkohol, tetapi juga dapat terlihat pada perilaku seperti berjudi dan makan
berlebihan. Ketika mengalami kecanduan, kita begitu terikat oleh kebiasaan itu
sehingga walaupun kita ingin berubah, kita akan merasa sangat sulit. Bila pun
kita berhasil, sulit untuk mempertahankannya.
MB: Bisakah kita
kecanduan terhadap konsumerisme dan menghabiskan uang?
CJ: Walaupun
saya mengatakan ya, istilah “kecanduan” tidak memiliki definisi yang disepakati
secara universal. Pada kecanduan terhadap zat, Organisasi Kesehatan Dunia
menggunakan istilah “sindrom ketergantungan” dan mendefinisikan ini menurut
keberadaan sedikit tiga dari enam ciri berikut. Kita dapat menggunakan ini
sebagai daftar tilik dalam meninjau hubungan kita dengan uang.
a) Keinginan yang kuat atau perasaan dipaksa menggunakan zat
tersebut.
b) Kesulitan mengendalikan perilaku pemakaian zat.
c) Kemunduran fisiologis saat penggunaan zat dihentikan atau
dikurangi, atau menggunakan zat untuk meringankan atau mencegah gejala
kemunduran.
d) Bukti toleransi zat, sehingga peningkatan dosis diperlukan
untuk memperoleh efek yang sama.
e) Semakin mengabaikan kesenangan atau minat yang lain akibat
penggunaan zat, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk memperoleh atau
memakai zat atau untuk pulih dari pengaruhnya.
f) Terus menggunakan walaupun sudah terbukti konsekuensinya
membahayakan.
Saat pecandu
alkohol merasakan keinginan yang kuat terhadap alkohol, hasratnya begitu luar
biasa sehingga sulit untuk dilawan. Orang biasa merasa demikian ketika belanja.
Sebuah survei di AS menyatakan bahwa 16% populasi memiliki “gangguan belanja
kompulsif”[4], ketika
mereka mengalami hasrat untuk membeli barang yang tidak dibutuhkan dan
mengalami kesulitan mengendalikan kebiasaan belanja mereka.
Toleransi,
ketika orang membutuhkan lebih banyak zat (atau perilaku) untuk mendapatkan
efek yang sama, jelas terlihat pada konsumerisme. Tingkat konsumsi yang
dianggap “normal” dalam dunia industri terus meningkat selama lima puluh tahun
lebih. Kini kita mencapai titik ketika selera kita terhadap sumber daya telah
menimbulkan bencana ekologis. Kecanduan alkohol, nikotin, dan narkoba jelas
mengancam kesehatan, namun tidak sampai menghancurkan peradaban kita. Laparnya
kita untuk memiliki lebih banyak barang merupakan soal lain. Itu sebabnya dalam
hal ini peranan kecanduan patut dipikirkan.
MB: Mengapa kita
semakin terpikat pada lebih banyak barang?
CJ: Jika Anda
merasa tidak enak, lalu menggunakan atau melakukan sesuatu yang mengalihkan
suasana hati Anda pada perasaan yang lebih baik, Anda mungkin hendak
melakukannya lagi. Orang terpikat pada hal-hal yang dianggap memberikan hasil—setidaknya
dalam jangka pendek. Semakin sering orang melalui urutan
a) saya merasa tidak enak,
b) saya akan menggunakan barang ini atau melakukan ini, dan lalu
c) saya merasa lebih baik, alur ini semakin berurat berakar.
Setelah beberapa lama ini terjadi tanpa dipikir lagi.
Paradoksnya
orang cenderung menjadi bergantung pada zat atau perilaku karena mereka
menganggapnya sebagai solusi alih-alih masalah. Mengetahui perbedaan antara
pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dapat membantu penyembuhan. Seorang
perokok mungkin menggunakan rokok untuk menenangkan diri, namun ketergantungan
nikotin menjadikan orang gampang cemas. Seseorang mungkin berpaling pada
alkohol untuk menghibur diri, namun minum banyak-banyak menjadikan orang lebih
menderita. Perilaku adiktif sering kali muncul sebagai solusi bagi masalah yang
malah menjadikannya bertambah parah. Ini menciptakan lingkaran setan, ketika
semakin seseorang mengandalkan sesuatu semakin ia merasa membutuhkannya.
Demikian juga dengan konsumerisme. Semakin kita mengandalkan belanja sebagai
cara memenuhi kebutuhan, semakin jarang kita mengembangkan jalan lain untuk
mencukupi hidup.
Kecanduan bukan
hanya masalah individu. Kecanduan juga terjadi pada taraf organisasi dan
masyarakat. Sistem ekonomi arus utama kita mengokohkan pola budaya yang
menganggap pengeluaran uang sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan. Bukan hanya
individu yang harus berubah untuk mengatasi ini, walaupun itu juga penting.
Kita juga membutuhkan perubahan sistem ekonomi dan kebudayaan.
MB: Bagaimana
kita mengatasi kecanduan ini? Adakah serangkaian langkah yang dapat kita ambil?
CJ: Jika Anda
merasa menggunakan sumber daya secara berlebihan, tidak wajar atau tidak
terkendali, langkah pertama ialah dengan memberi perhatian ketika ini terjadi.
Perhatikanlah ketika perbuatan Anda tidak sesuai dengan nilai-nilai Anda,
ketika rasanya itu tidak benar untuk dilakukan. Perasaan tidak sesuai ini dapat
memotivasi, sekalipun tidak nyaman. Saya menganggapnya sebagai awal dari jalan
perubahan.
Langkah
selanjutnya ialah mencapai keputusan tentang yang hendak Anda perbuat. Apakah
ini merupakan persoalan yang hendak Anda atasi? Maukah Anda menjalani hidup
yang berbeda? Keputusan memberikan pengaruh besar, dan kita dapat
memperkokohnya dengan mengingatkan diri pada sebab-sebab kita memutuskannya.
Begitu
memutuskan, Anda patut mempersiapkan diri, memilih bidang tertentu yang hendak
Anda atasi, serta menetapkan langkah pertama yang dapat Anda ambil. Saya
menyukai ungkapan “mengarah pada kemajuan alih-alih kesempurnaan”. Ungkapan ini
memusatkan perhatian Anda pada langkah cepat yang dapat Anda ambil di mana pun
Anda berada sekarang. Barulah Anda mengambil langkah selanjutnya, dan
berikutnya.
Grup-grup
pemulihan kecanduan punya pepatah “saya tidak bisa, kita bisa”. Pepatah ini
menekankan bahwa kita tidak dapat melakukan ini sendirian, kita membutuhkan
dukungan dan pergaulan dengan orang-orang yang juga sedang menghadapinya.
Terakhir,
pemulihan harus terjadi pada taraf budaya dan masyarakat. Ini bukan perjalanan
perorangan, melainkan satu perjalanan yang kita lakukan bersama-sama.
Ada beberapa catatan terkait. Ketika kita membicarakan tentang hidup sederhana secara sukarela, entahkah dalam ekonomi moneter global atau ekonomi kasih lokal, yang terbayang hanya pengorbanan dan kehilangan. Persepsi kebanyakan orang mengenai hidup sederhana berpusat pada keharusan untuk melepaskan sesuatu. Namun salah satu ironi besar dalam hidup ialah Anda memperoleh sesuatu yang lebih mencukupi, berarti, dan berharga ketika Anda menemukan keberanian untuk kembali memercayai kehidupan dan membuka diri Anda pada cara hidup yang lebih bertaut ketimbang sedikit yang Anda lepaskan itu. Ya, memang pada awalnya ada rasa kehilangan, namun dengan segera itu tergantikan oleh rasa kebebasan dan pertalian yang boleh jadi tidak pernah Anda alami sebelumnya. Setidaknya, begitulah pengalaman saya.
Ada beberapa catatan terkait. Ketika kita membicarakan tentang hidup sederhana secara sukarela, entahkah dalam ekonomi moneter global atau ekonomi kasih lokal, yang terbayang hanya pengorbanan dan kehilangan. Persepsi kebanyakan orang mengenai hidup sederhana berpusat pada keharusan untuk melepaskan sesuatu. Namun salah satu ironi besar dalam hidup ialah Anda memperoleh sesuatu yang lebih mencukupi, berarti, dan berharga ketika Anda menemukan keberanian untuk kembali memercayai kehidupan dan membuka diri Anda pada cara hidup yang lebih bertaut ketimbang sedikit yang Anda lepaskan itu. Ya, memang pada awalnya ada rasa kehilangan, namun dengan segera itu tergantikan oleh rasa kebebasan dan pertalian yang boleh jadi tidak pernah Anda alami sebelumnya. Setidaknya, begitulah pengalaman saya.
Saat pertama
kali memutuskan untuk berhenti menggunakan uang, saya bermaksud melakukannya
hanya untuk setahun. Namun setelah dua belas bulan, baru kali itu saya merasa
lebih sehat, lebih bugar, dan lebih bahagia. Ya memang saya harus melepaskan
beberapa hal kecil seperti menonton di bioskop, cokelat, dan hubungan
menyenangkan dengan Yang Mulia Komisaris Pajak Penghasilan, namun saya memperoleh
kembali kebebasan saya, otonomi saya untuk melakukan berbagai hal yang sesuai
dengan kata hati saya, belum lagi rasa kendali yang nyata atas kehidupan saya.
Saya mendapati bagian-bagian dari diri saya yang sebelumnya tidak saya ketahui
ada, dan saya menyukainya. Untuk pertama kali saya merasa seperti menjalani
hidup dengan kesadaran, dengan pertalian, dengan Alam. Saya tidak meneruskan
karena saya merasa sengsara—saya meneruskan karena belum pernah saya merasa
demikian hidup. Yang seharusnya ditanyakan adalah: apakah yang paling Anda
hargai dalam hidup—kebebasan atau barang?
Saya menemukan
contoh “ekstrem” tentang ini ketika belum lama ini mendengarkan Tim
DeChristopher. Ia masuk penjara atas keberhasilannya melindungi alam liar AS
dari pengeboran dengan mendatangi pelelangan lahan dan mengacaukan acara
tersebut dengan meninggikan penawaran (tanpa benar-benar memiliki uang untuk
menebus penawarannya itu). Dalam wawancara yang dilakukan seusai hukuman
penjara, ia mengatakan, “Waktu itu saya berpikir, ‘Kebebasan saya layak
dikorbankan demi ini’. Namun saya merasa seperti melakukan kebalikannya. Saya
mengira telah mengorbankan kebebasan saya, tetapi alih-alih saya meraih
kebebasan untuk pertama kali dan menolak untuk melepaskannya, mengerti kan?
Akhirnya menerima bahwa saya bukanlah korban tak berdaya dari masyarakat, dan
tidak sanggup berbuat apa-apa untuk menentukan masa depan sendiri, mengerti
kan, bahwa saya tidak memiliki kebebasan untuk mengarahkan jalan hidup saya.
Akhirnya saya mengatakan, ‘Saya punya kebebasan untuk mengubah keadaan ini.
Saya memiliki pengaruh yang besar.’ Perasaan luar biasa ini terus saya pegang
sejak itu.”
Hidup merupakan
anugerah paling luar biasa yang diberikan pada kita. Hidup merupakan
petualangan untuk dijelajahi sepenuhnya. Dalam perjalanan ini, kita tidak akan
menyia-nyiakan dan merusak kehidupan demi apa pun selainnya akibat takut
menghentikan pola perilaku yang telah menjadi kebiasaan. Salah satu tragedi
dalam kebudayaan ini adalah kita begitu takut mati sehingga kita tidak pernah
benar-benar hidup. Kita hidup dengan hubungan dangkal yang meniadakan
kebergantungan atau kedalaman, kita hidup dengan uang alih-alih hubungan yang
bertaut dengan segala yang ada di biosfer kita, dan karena itulah kita hidup
dalam keterpencilan alih-alih himpunan.
Selama
kecanduan, kita tidak akan pernah bebas. Mari kita mendorong satu sama lain
untuk menghadapi ketagihan individual maupun kolektif kita, dan kemudian saling
membantu melaluinya tanpa menghakimi. Perjalanan ini tentu tidak akan selalu
mudah, tetapi inilah jalan yang benar dan di sepanjang alurnya ada
tempat-tempat yang luar biasa indah. Ambillah mantel Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar