Saya
sendiri belum pernah bepergian jarak jauh dengan berjalan kaki. Kadang saya
akhirnya berjalan 10-20 kilometer sehari ketika tidak ada pengemudi
yang berhenti untuk membawa saya. Saya cukup menikmatinya, terlepas dari betapa
frustrasinya melihat ribuan mobil yang lewat begitu saja. Ada suatu daya tarik
menyakitkan dalam mendorong diri menuju batas. Tapi saya kira kebanyakan
penebeng lebih suka mencari tumpangan. Tapi, sekiranya Anda sukarela berjalan
dan sama sekali menolak tumpangan, ini dapat terbukti menjadi pengalaman hebat.
Saya telah
mendapat kehormatan untuk mengenal banyak sesama manusia, yang lebih bijaksana
dan lebih berani daripada saya. Satu orang yang telah berjalan kaki ratusan mil
adalah Daniel Suelo. Ia berbagi pengalamannya:
“Yang paling saya suka dari berjalan kaki adalah pengalaman itu mengembalikan kita pada ajaibnya realitas, pada
pandangan sehat akan luasnya darat. Berjalan kaki melibatkan semua indra kita
sepenuhnya dalam perjalanan. Soal luasnya darat, maksud saya berjalan kaki
menjadikan perjalanan terasa epik, sekaligus mencerapkannya dengan suatu rasa
misterius. Berjalan kaki malah lebih baik daripada bersepeda dalam
mengembalikan kita pada ajaibnya realitas. Berjalan kaki terasa menakjubkan,
menyadarkan bahwa perjalanan itu hanya satu setengah jam dengan mobil atau
beberapa hari dengan sepeda, menjadi perjalanan ajaib berminggu-minggu, seperti
dalam The Hobbit.
“Tidak seperti The Hobbit, perjalanan
ini nyata, dialami langsung, dan sepenuhnya memuaskan bagi seorang manusia.
Perjalanan ini terdiri dari segala halangan dan rintangan prasyarat yang amat
dibutuhkan dalam hidup: petaka, meditasi menenteramkan, berteman, menghadapi
musuh, dan menemui berbagai bentuk kehidupan liar yang asing, begitu pula
lapar, haus, serta kebahagian dan rasa syukur yang terpanjat karena
mengenyahkannya!
“Berjalan sepenuhnya memperkenalkan kita pada darat, kembali
mempersentuhkan kita dengan kenyataan, sebab bukan hanya mata kita, melainkan
juga telinga, hidung, mulut, dan kulit kita bersentuhan seutuhnya dengan
lingkungan. Kita pun memahami bahwa realitas, bukan fantasi, merupakan
keajaiban. Mengendarai mobil merupakan fantasi, tidak bersinggungan dengan
realitas, sebab kebanyakan dari indra kita terperangkap, tercerabut dan
terjauhkan secara harfiah dari kenyataan di sekeliling kita!
“Ketika berjalan, segala indra kita tidak hanya mendapatkan kesempatan
untuk sepenuhnya menyerap sekeliling kita, tapi juga mesti melakukannya dalam
lajunya yang alamiah. Kepuasan dari mengalami baik kesenangan seutuhnya maupun
kesakitan seutuhnya tak dapat tergambarkan.”
Dalam
berjalan kaki, tidak ada yang namanya jarak jauh. Ibby Okinyi, teman tanpa uang
lainnya, berjalan selama satu setengah tahun sepanjang 3.000 kilometer dari
Oslo, Norwegia, ke Cantabria, Spanyol.[1] Pengalaman Ibby
menegaskan pernyataan Suelo:
“Ketika saya
bepergian dengan lebih banyak uang, ada penyangga di antara saya dan
masyarakat. Harta benda dapat memberikan pengaruh itu. Sekarang saya tidak
punya apa-apa. Saya terlibat secara langsung.
“Saya diterima dengan sungguh baik. Saya mendapati bahwa dunia dan manusia
jauh lebih baik daripada yang semestinya.
“Ada banyak alasan orang bepergian dengan berjalan kaki. Dengan bergerak
dalam laju alami, kita semakin sulit untuk terlebih dahulu memilih lanskap dan
latar sosial untuk dilewati, karena kita tidak bisa lari dari tempat kita
berada secara mudah. Selain itu, kalau kita berjalan di suatu benua, kita pasti
akan bergerak melewati hamparan luas tanpa orang, dan karenanya kita dipaksa
menemukan diri kita sendiri.
“Bisa diperdebatkan bahwa berjalan merupakan bentuk perjalanan yang
tercepat, karena kita mesti membiasakan diri dengan fakta bahwa kita selalu berada di tujuan.”
Suelo melanjutkan:
“Berjalan tanpa uang
lebih jauh lagi mengawinkan kita dengan realitas. Maka kita berada dalam rahmat
yang disediakan lingkungan pada kita melalui kebetulan acak. Menegangkan
rasanya tidak mengetahui makanan kita selanjutnya hari ini atau tempat kita
tidur nanti malam. Menegangkan pula melihat daya yang diberikan pada kita
melalui kebetulan acak, kekuatan semesta itu juga yang menciptakan dan terus
menciptakan kita semua! Kita dapat mengalami keajaiban eksistensi itu pula
berikut esensi kehidupan yang dicerabut budaya dominan dari kita dengan
rencananya yang tiada putus serta obsesinya akan kekuasaan.
“Berjalan sendirian dalam beberapa hal lebih mudah daripada berjalan
bersama orang lain, dan dalam beberapa hal lebih susah. Ketika saya berjalan
sendirian, saya lebih bebas menentukan tujuan, berhenti sesukanya, dan dengan
kecepatan saya sendiri. Ada kedamaian serta nikmatnya kesendirian, tapi tidak
ada nikmat persahabatan, perasaan hebat akan kenikmatan berbagi. Ketika
berkelompok, lebih sulit pula untuk berjalan sembunyi-sembunyi. Dengan kata
lain, ada lebih banyak kesempatan untuk diganggu polisi atau orang-orang sok
ikut campur yang punya kecurigaan atau ketakutan histeris akan orang yang tidak
mengendarai mobil ataupun memiliki tempat tinggal tetap.
“Di sisi lain, ada perasaan senang karena kuat dari segi jumlah serta rasa
memiliki saat berjalan berkelompok. Saya menganjurkan keduanya. Keduanya
sama-sama perlu.
“Pastikan keadaan Anda bugar. Berjalan kaki lebih sulit daripada yang terbayang
awalnya, apalagi kalau Anda sudah tua seperti saya (50 tahun ke atas). Bawalah
sesedikit mungkin barang. Bahkan beban yang paling kecil-kecil pun bisa terasa
berat. Beban dapat merusak tulang belakang dan sendi jika tidak dikenakan secara
tepat. Walaupun air memang penting, sebenarnya ada baiknya tidak membawa
terlalu banyak karena alasan tersebut. Ringannya bawaan memaksa Anda untuk
berhubungan dengan penduduk setempat. Meminta air merupakan cara bagus untuk
memecah halangan-halangan dalam masyarakat kita.
“Berjalan tanpa uang bukan soal kecukupan diri melainkan tentang menyadari
kebergantungan Anda pada segala kehidupan lainnya, termasuk manusia. Tidak
membawa terlalu banyak makanan juga bermanfaat dalam hal ini. Walaupun saya
tidak meminta-minta makanan kepada siapa pun, saya
sering kali menanyai restoran soal makanan yang dibuang di penghujung hari.
Saya mendapati sekitar 70 persennya sungguh senang memberikan makanan itu. Hal
ini baik bahkan bagi mereka yang tidak senang: jadinya memaksa mereka untuk
berpikir di luar kotak.
“Kaki mudah melepuh. Pastikan Anda punya sepatu dan kaus kaki yang cukup
layak. Tapi, saya mendapati diri saya sendiri lebih baik berjalan tanpa alas
kaki, sebelumnya mengondisikan kaki supaya kapalan. Lepuh merupakan gejala dari
sepatu. Selain itu, sepatu juga tidak dapat memperbaiki diri. Kaki Anda bisa.
Kaki telanjang menjadikan Anda berjalan secara lebih anggun, lebih lembut, dan
sungguh-sungguh mempersentuhkan kita dengan tempat kita berjalan. Anda dapat
berjalan bermil-mil, berhari-hari, berkaki telanjang, bila kaki Anda sudah
kapalan. Kaki Anda tidak akan ambyar!”
Berjalan
kaki jarak jauh juga bisa dilakukan sebagai proyek mencari publisitas untuk
suatu misi, menjadikan dunia agak sedikit lebih baik. Tapi, hasilnya sering
kali si pengubah dunia berakhir dengan mengubah dirinya sendiri. Pernahkah Anda
mempertimbangkan berjalan kaki sebagai laku spiritual, bentuk meditasi?
Peace
Pilgrim (atau Mildred Norman, 18 Juli 1908 – 7 Juli 1981) merupakan salah satu
dari orang-orang pertama yang hidup tanpa uang dan membicarakannya kepada
publik. Penziarahannya pada kedamaian memakan waktu hampir tiga dekade. Setelah
sekitar 40.000 kilometer dia berhenti menghitung berapa jauh dia telah
berjalan.
Dalam
bukunya Steps Towards Inner Peace[2], ia
menggaungkan pemikiran Suelo dan Ibby—kesederhanaan merupakan kunci bepergian
bebas serta mengembangkan diri secara spiritual:
“Yang saya miliki
hanya yang saya kenakan dan saya bawa di kantong-kantong kecil saya. Saya tidak
termasuk dalam organisasi apa-apa. Saya telah mengatakan bahwa saya akan
berjalan hingga diberikan tempat berteduh dan berpuasa hingga diberikan
makanan, tetap menjadi pengembara hingga umat manusia belajar cara berdamai.
Dan secara jujur saya bisa memberitahukan Anda bahwa tanpa pernah meminta saya
telah diperlengkapi dengan segalanya yang saya butuhkan untuk perjalanan saya,
yang memperlihatkan kepada Anda betapa baik orang-orang sesungguhnya.”
Peace
Pilgrim menceritakan betapa penyederhanaan hidup dapat membantu menyeimbangkan
kesejahteraan lahir batin. Bagi dia, sangatlah mudah untuk menyederhanakan
hidupnya dan melepaskan hal-hal tak berguna:
“Begitu saya mendedikasikan hidup saya pada pengabdian, saya merasa tak
bisa lagi menerima lebih daripada yang saya butuhkan sementara orang-orang
lainnya di dunia ini berkekurangan. Ini menggerakkan saya agar menurunkan taraf
hidup saya menjadi sekadar butuh.
“Tadinya saya kira akan sulit. Saya pikir akan datang banyak kesulitan
besar, tapi sungguh saya salah. Sekarang ketika yang saya miliki hanya yang
saya kenakan dan saya bawa di kantong, saya tidak merasa kehilangan apa-apa.
“Bagi saya, keinginan dan kebutuhan itu sama persis, dan Anda tidak perlu
memberikan yang di luar kebutuhan saya.”
Untuk
memulai perjalanan dengan berjalan kaki, bukan hanya materi yang perlu dilepas.
Orang bisa jadi terikat pada lebih daripada satu hal. Peace Pilgrim berbagi
pemikirannya mengenai kebebasan dan keterikatan:
“Tidak seorang pun sungguh-sungguh bebas yang masih terikat pada hal-hal
bendawi, atau tempat, atau orang. Kita mesti mampu memanfaatkan sesuatu bila
kita memerlukannya dan lalu melepaskannya tanpa sesal saat itu sudah tidak
berguna lagi.”
Salah seorang teman saya yang terus
menyanjung Peace Pilgrim adalah penebeng dan pejalan kaki Thomas
Francine. Go Greater Good[3] buatannya
merupakan contoh bagus proyek inspirasional yang dapat orang lakukan selagi
berjalan kaki. Thomas berbagi kisah berikut tips praktisnya bagi yang ingin
berkelana dengan berjalan kaki:
“Pada 2013 saya berjalan kaki 1.000 mil, dari Portland, Maine, ke
Indianapolis, Indiana. Saya berusaha mempromosikan keyakinan pada kemanusiaan
serta aksi kebaikan sepanjang jalan. Saya menuntaskan satu aksi berbeda setiap
minggu dan mendorong orang lain agar turut serta lewat situs saya. Saya
berjalan di segala tipe jalan, dari jalan setapak yang indah sampai jalan raya
yang ramai. Gaya saya adalah menabung sejumlah uang sebelum pergi, lalu
menghabiskannya seminimal mungkin selagi bepergian. Saya tidak pernah membayar
tempat menginap, lebih suka berkemah. Selain itu, banyak yang menawari saya
penginapan dan makanan. Saya juga menggunakan situs Couchsurfing sesempatnya.
Saya berjalan 15-30 mil setiap hari, tentunya dengan beberapa hari
beristirahat.
“Berjalan kaki merupakan cara bepergian paling lambat. Cara ini baik untuk
mengembangkan kesabaran dan disiplin. Kita menjadi sungguh-sungguh mengenal
setiap tempat yang kita lewati. Saya juga telah menebeng 26.000 mil.
Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Satu manfaat berjalan kaki, yang
juga terdapat pada bersepeda, adalah kita terlihat
baik bagi lebih banyak orang. Ini penting bagi saya sebab saya sedang berusaha
menyebarkan suatu pesan dan ingin berinteraksi dengan sebanyak mungkin orang.
“Kalau Anda mau berjalan yang jauh, Anda mesti mempertimbangkan punya
satu-dua papan tanda yang menyatakan kegiatan Anda. Punya saya tertulis
‘Jalan-jalan di Amerika’ berikut alamat situs saya. Banyak orang akan senang
bertemu Anda, sehingga Anda bisa saja memberi tahu mereka bahwa Anda bukan pejalan
kaki biasa. Buatlah papan tandanya terlihat profesional. Saya menggunakan
stiker huruf kedap air.
“Saya juga menganjurkan agar punya kereta bayi, semacam kereta dorong
dengan roda-roda yang cocok untuk segala permukaan. Berjalan jauh cukup sulit
tanpa ransel besar. Tentu saja, Anda bisa melakukannya seperti Peace Pilgrim,
dengan hanya membawa sisir, sikat gigi, dan pulpen! Selalu gunakan rompi
pemantul cahaya dan berjalan melawan arah lalu lintas. Jalan raya bisa
membahayakan. Kalau Anda merasa mau pingsan, beristirahatlah sebentar.
“Saya merencanakan rute saya sekitar dua minggu sebelum perjalanan dengan
Google Maps, dan setelahnya saya akan mencari komputer untuk merencanakan perjalanan berikutnya. Pastikan Anda selalu
membawa air begitu pula elektrolit yang ringkas. Jangan takut meminta bantuan,
sekalipun Anda sedang tidak putus
asa. Bisa jadi tanpa terduga Anda serta-merta mendapati diri Anda berada di
antah-berantah. Berjalan kaki merupakan tantangan besar. Dengarkan tubuh Anda.
Lakukan banyak peregangan dan jangan ragu beristirahat satu-dua hari kapan pun
Anda butuh. Lagi pula, berjalan itu memang untuk bepergian secara lambat.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar