Aku menunggu wanita bongsor dengan topi
yang sangat jelek itu mengangkat karung belanjaannya dan pergi, menatap tajam
tomat dan seladanya. Pegawai toko menanyakan keperluanku.
“Apa Anda punya kotak,” pintaku, “kotak
yang lapang? Saya ingin kotak untuk bersembunyi.”
“Anda ingin kotak?” tanyanya.
“Saya ingin kotak untuk bersembunyi,”
kataku.
“Maksud Anda bagaimana ya?” ucapnya.
“Apa maksud Anda kotak yang besar?”
Kukatakan bahwa maksudku adalah kotak
yang besar, cukup besar untuk menampungku.
“Kami tidak punya kotak,” ujarnya.
“Paling-paling karton untuk wadah kaleng.”
Aku mencoba ke beberapa toko lainnya.
Tidak satupun memiliki kotak yang cukup besar untukku bersembunyi.
Tak lain dan tak bukan untuk menentang
kehidupan. Aku tidak merasa bersemangat, ada hasrat yang amat kuat padaku untuk
bersembunyi di dalam kotak dalam waktu yang lama.
“Maksud Anda bagaimana, Anda ingin
bersembunyi di dalam kotak?” seorang penjual bertanya padaku.
“Ini suatu bentuk pelarian,” kuterangkan
padanya. “Bersembunyi di dalam kotak, membentengi Anda dari kecemasan dan
penderitaan yang berat. Dari orang-orang, juga.”
“Bagaimana Anda bisa makan kalau Anda di
dalam kotak?” tanya penjual itu. “Darimana Anda bisa mendapatkan makanan?”
Kukatakan kalau aku tidak pernah berada di dalam kotak sebelumnya, jadi aku
tidak tahu. Tapi hal itu akan beres dengan sendirinya.
“Kalau begitu,” katanya, akhirnya, “Saya
tidak punya kotak, yang ada hanya karton papan untuk wadah kaleng.”
Di tempat lain sama saja. Aku menyerah
ketika hari sudah gelap dan toko-toko tutup, dan bersembunyi di dalam kamarku
lagi. Aku matikan lampu dan berbaring di ranjang. Kau merasa lebih baik dalam
kegelapan.
Aku bisa saja bersembunyi di dalam lemari,
kukira, tapi ada saja orang yang suka membuka pintu. Ada yang akan menemukanmu
di dalam lemari. Mereka akan heran dan kau harus menjelaskan pada mereka
mengapa kau berada di dalam lemari.
Tidak ada seorangpun yang menaruh
perhatian pada kotak besar di lantai. Kau bisa berdiam di dalamnya berhari-hari
dan tidak seorangpun akan terpikir untuk melongok isinya, tidak juga wanita
yang bersih-bersih.
***
Wanita yang bersih-bersih itu datang keesokan
pagi dan membangunkanku. Aku masih merasa kalut. Kutanyakan padanya kalau-kalau
dia tahu di mana aku bisa mendapatkan kotak yang lapang.
“Sebesar apa kotak yang kau inginkan?”
tanyanya.
“Aku ingin kotak yang cukup besar
sehingga aku bisa masuk ke dalamnya,” kataku.
Dia menatapku dengan matanya yang besar,
dan redup. Kelenjarnya bermasalah. Penampakannya mengerikan tapi dia berjiwa
besar, yang mana membuatnya makin menyedihkan. Dia tahan banting, suaminya
sakit, anak-anaknya sakit, dan dia juga sakit. Aku mulai berpikir betapa
enaknya kalau aku bisa berada di dalam kotak sekarang, dan tidak harus melihat
dia. Aku berada di dalam kotak tepat di sini di kamar dan dia tidak akan
mengacuhkan. Aku ingin tahu apakah kau akan punya keinginan untuk menyalak atau
tertawa kalau ada orang yang tidak tahu berjalan dekat kotak di mana dirimu ada
di dalamnya. Mungkin dia akan terkena serangan jantung, kalau aku melakukan
itu, dan mati di sini. Para petugas, orang yang menjaga lift, dan Pak Gramadge
akan menemukan kami. “Ada kejadian aneh di gedung semalam,” penjaga pintu akan
bercerita pada istrinya. “Wanita yang bersih-bersih itu masuk ke 10-F dan
enggak keluar lagi, ngerti? Dia enggak pernah lebih dari sejam di sana, tapi
dia enggak keluar lagi, ngerti? Jadi pas waktuku jaga sudah habis, aku bilang
sama Crennick, yang lagi di lift, aku bilang kira-kira kenapa ya wanita yang
bersih-bersih di 10-F itu? Dia bilang dia enggak tahu; dia bilang dia enggak
lihat lagi sehabis nganterin ke atas. Jadi aku lapor ke Pak Gramadge. ‘Maaf,
ganggu, Pak Gramadge,’ aku bilang, ‘tapi ada yang aneh sama wanita yang
bersih-bersih di 10-F.’ Begitu aku bilang. Terus katanya mending kita cek dan
kami bertiga naik, ngetuk pintunya, dan bunyiin belnya, ngerti kan, tapi enggak
ada yang jawab jadi dia bilang kami mesti masuk. Jadilah Crennick buka pintunya
dan kami masuk. Wanita yang bersih-bersih apartemen itu mati di lantai dan
orang yang tinggal di situ ada di dalam kotak.”
***
Wanita yang bersih-bersih itu masih
menatapku. Berat rasanya menyadari bahwa ia belum mati. “Ini suatu bentuk
pelarian,” bisikku.
“Ngomong apa?” tanyanya, jemu.
“Jadi kau tidak tahu di mana ada kotak
yang besar?” ujarku.
“Tidak, aku tidak tahu,” katanya.
Aku belum menemukan satupun, tapi aku
masih merasakan desakan yang amat kuat untuk bersembunyi di dalam kotak.
Mungkin desakan itu akan memudar, mungkin aku akan merasa baik-baik saja.
Mungkin desakan itu akan menjadi lebih parah. Sulit mengatakannya.[]
Alih bahasa dari cerpen James Thurber, "A Box to Hide in" (1931)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar