Pada suatu masa, di sebuah negeri yang
jauh, hiduplah Raja yang memiliki seorang anak perempuan yang merupakan putri
tercantik sejagat raya. Matanya bak bunga berwarna biru, rambutnya melebihi
harumnya bunga bakung, dan lehernya membuat angsa tampak usang.
Dari semenjak satu tahun usianya, sang
Putri telah dihujani oleh hadiah. Kamarnya terlihat seperti etalase toko
perhiasan. Semua mainannya terbuat dari emas, platina, intan berlian, atau
zamrud. Ia tidak diperbolehkan memiliki balok-balok dari kayu, boneka porselen,
anjing-anjingan karet, ataupun buku-buku dari linen, karena bahan-bahan
tersebut dianggap murahan bagi anak perempuan seorang raja.
Ketika berusia tujuh tahun, ia
menghadiri pernikahan saudara laki-lakinya dan melempari mempelai wanita dengan
mutiara sungguhan alih-alih beras sebagaimana tradisi. Hanya burung bulbul,
dengan kecapi emasnya, yang diizinkan menyanyi untuk sang Putri. Burung hitam
biasa, dengan serulingnya yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan, tinggal di luar
pekarangan istana. Sang Putri berjalan dengan selop sutra-peraknya menuju kamar
mandinya yang terbuat dari safir dan topas, dan tidur di ranjang gading
bertatahkan batu delima.
Pada hari sang Putri berusia delapan
belas tahun, Raja mengirimkan duta besar kerajaan ke istana lima kerajaan
tetangga untuk memaklumatkan bahwa ia akan menikahkan anak perempuannya dengan
pangeran yang dapat memberikan hadiah yang paling disukai oleh putrinya itu.
Pangeran pertama tiba di istana dengan
mengendarai kuda jantan putih yang tangkas. Di kaki sang Putri ia meletakkan
sebuah apel yang sangat besar terbuat dari emas padat, yang diambilnya dari
seekor naga yang telah menjaganya selama seribu tahun. Benda itu ditaruh di
meja eboni panjang yang disiapkan sebagai tempat untuk menyimpan hadiah-hadiah
dari para peminang sang Putri. Pangeran kedua, yang datang dengan kendaraan
abu-abunya, membawakannya burung bulbul yang terbuat dari seribu intan berlian.
Hadiah itu ditempatkan di sebelah apel emas. Pangeran ketiga, mengendarai kuda
hitam, membawa kotak perhiasan yang sangat besar terbuat dari platina dan
safir. Hadiah itu ditempatkan di samping burung bulbul berlian. Pangeran
keempat duduk di atas kuda kuning menyala, mempersembahkan kepada sang Putri
hati raksasa dari batu delima yang ditembusi oleh anak panah dari zamrud. Hadiah
itu ditempatkan di samping kotak perhiasan dari platina dan safir.
Pangeran kelima adalah yang paling
perkasa dan paling tampan di antara kelima peminang, namun ia merupakan putra
daripada raja miskin yang kerajaannya telah diduduki oleh tikus, belalang,
penyihir dan insinyur tambang sehingga tidak banyak lagi barang berharga yang
tersisa. Susah payah ia datang ke istana sang Putri dengan menaiki kuda bajak.
Ia menyunggi peti timah kecil yang diisi dengan mika, felspar, dan hornblende
(sejenis bebatuan biasa) yang dipungutnya di jalan.
Pangeran-pangeran lainnya tergelak
terbahak-bahak dengan amat menghina kala melihat hadiah mentereng namun tak
berharga yang dibawakan oleh pangeran kelima untuk sang Putri. Namun sang Putri
mengamatinya dengan minat yang tinggi, bahkan sampai memekik kesenangan.
Sepanjang hidupnya ia dilimpahi bebatuan mulia dan logam yang tak ternilai,
namun ia tak pernah melihat timah sebelumnya ataupun mika, felspar, dan
hornblende. Peti dari timah itu ditempatkan di samping hati dari batu delima
yang ditembusi oleh anak panah dari zamrud.
“Sekarang,” sang Raja bersabda pada anak
perempuannya, “kau harus memilih hadiah mana yang paling kau suka dan menikahi
pangeran yang membawakannya.”
Sang Putri tersenyum, melangkah menuju
meja, dan mengangkat hadiah yang paling disukainya, yaitu kotak perhiasan dari
platina dan safir, persembahan dari pangeran ketiga.
“Beginilah yang kubayangkan,” ucapnya.
“Ini adalah kotak yang sangat besar dan mahal. Ketika aku menikah, aku akan
menemui banyak penggemarku yang akan menghujaniku dengan permata-permata
berharga, yang akan mengisi kotak ini hingga penuh. Oleh karena itu, inilah
yang paling bernilai di antara hadiah-hadiah lainnya yang diberikan para
peminangku untukku, dan aku sangat menyukainya.”
Sang Putri menikah dengan pangeran
ketiga pada hari itu juga dengan perayaan yang gempita. Lebih dari seratus ribu
mutiara dilemparkan kepadanya dan ia menyukainya.
Moral:
Barangsiapa mengira sang Putri akan memilih peti dari timah yang diisi bebatuan
tak berharga ketimbang salah satu daripada hadiah-hadiah lainnya, akan dengan
sudi tetap di kelas dan menulis sebanyak seratus kali di papan, “Saya lebih
memilih sebungkal silikat aluminium daripada kalung berlian.”
Alih bahasa dari cerpen James Thurber, "The Princess and the Tin Box"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar