Aku berada di Portugal. Meskipun aku baru bepergian selama beberapa minggu, aku sudah belajar banyak dan menemui serangkaian penyingkapan yang menampar. Tanpa menyadari apa yang akan terjadi, aku hendak membentuk ulang pemahamanku akan cara kerja dunia secara drastis.
Timbul gagasan janggal: “Ah, sepertinya enak kalau minum mojito—minuman rum yang sedap dengan kesegaran mentol.” Aku cepat-cepat mengenyahkannya sebagai khayalan yang bukan-bukan. Betapa konyolnya ide itu bagi orang yang hidup tanpa uang!
Beberapa hari kemudian temanku mengajakku ke kafe milik bibinya. Sebelum aku sempat menyapa, bibinya bertanya: “Apa kalian mau mojito?” Aku tak memercayai ini. Dari segala jenis minuman yang mungkin, ia menawarkan yang itu! Ya, tolong. Terima kasih bibi. Terima kasih semesta.
Saya cenderung memperoleh yang saya butuhkan. Apa pun yang kebetulan saya inginkan entah bagaimana muncul, bahkan hal tidak penting lagi konyol seperti mojito. Saya tidak membutuhkan barang yang tidak bisa saya peroleh.
Hukum Tarikan ini berasal dari kepercayaan kuno namun baru diberi nama pada 1906 oleh William Walker Atkinson. Masyarakat religius menyebutnya “memanjatkan” doa: Tuhan menyediakan yang kita minta. Seratus tahun kemudian hukum tarikan disekulerisasi, diprodukisasi, diamerikanisasi, dan dikapitalisasi dalam wujud The Secret—buku dan film yang mengusung judul yang sama. Mereka menyatakan ini cara bagus lain untuk menjadi luar biasa kaya. Orang-orang dari gerakan Zaman Baru membahas tentang visualisasi dan manifestasi. Hal sama, bungkusnya beda.
Omong-kosong dan sains pinggiran belaka, menurut Anda. Sejak kejadian mojito itu saya mulai memerhatikan fenomena ini dalam kehidupan saya sendiri. Entah bagaimana itu memang terjadi. Barangkali ini ada hubungannya dengan ketidaksadaran kolektif—konsep yang diajukan oleh Carl Jung.
Yang saya tahu, kita punya antena listrik yang terus berinteraksi dengan dunia sekitar kita, mengirimkan dan menerima informasi dari satu sama lain, sering kali dalam keadaan tidak sadar. Atau begitulah paling tidak saya mengira caranya bekerja. Mungkin suatu saat sains akan dapat menjelaskan bagaimana sesungguhnya benak kita bekerja sama.
Saya memerhatikan bahwa hukum tarikan secara mengejutkan berjalan baik ketika kita berharap, lantas memasrahkannya dan menerima dengan syukur apa pun hasilnya—entahkah Anda menerima yang dihendaki atau tidak tidaklah penting. Rasa ikhlas biasanya membawakan Anda yang Anda butuhkan. Namun jika Anda terobsesi dengan pikiran bahwa Anda harus mendapatkan sesuatu, Anda tidak akan memperolehnya.
Bagi saya ini merupakan kehidupan sehari-hari. Adakalanya, saking biasanya ini terjadi sampai-sampai rasanya tidak lagi ajaib. Akan tetapi, sering kali situasi ini anehnya telak.
Aku sedang berada di toko bahan pangan, menemani kawanku yang sedang ngebet sekali mendapatkan saus karamel, untuk memberi kejutan es krim bagi anaknya. Bergegas dari satu sudut toko ke sudut lainnya tidak berbuah hasil. Temanku hendak menyerah. Aku juga tidak melihatnya namun, dalam mata batinku, aku membayangkan kemasan karton kecil. Aku sungguh-sungguh melihatnya.
“Mungkin ditaruh di tempat es krim,” saranku. Sekali lagi kami mengecek ke seksi makanan beku. Ada segala produk yang mungkin menarik bagi orang barat yang rakus, namun tidak ada saus karamel. Lantas aku memerhatikan ada suatu benda memencil di bagian atas paling dalam lemari pembeku, seakan-akan ada orang yang telah salah menaruhnya di sana. Aku menggosok mata saat melihatnya. “Hei, lihat ini,” aku mengambil satu-satunya saus karamel di toko itu lalu menyerahkannya kepada temanku. Ia tidak dapat memercayai penglihatannya. Tinggal satu. Hanya untuk dia. Seperti yang diminta.
Siapa tahu, boleh jadi ini cuma kebetulan. Ini terdengar tidak masuk akal bagi pikiran yang rasional. Akan tetapi, setelah bertahun-tahun menyaksikan kebetulan ini dalam keseharian, rasanya sangat sulit bagi saya untuk menganggap hukum tarikan sebagai sekadar omong kosong kaum hippie belaka atau fantasi keagamaan. Barangkali waktu memang ilusi dan benak saya entah bagaimana melakukan lompatan kuantum dua menit ke masa depan, melihat saus karamel, dan mengarahkan saya kepadanya.
Apa pun kejadian ini sebetulnya, ini merupakan pengalaman langsung saya bahwa harapan itu memang dapat terkabul, betapapun spesifiknya. Selain itu, poin belajar paling penting di sini ialah semakin sedikit yang Anda butuhkan, semakin memuaskan hidup Anda. Lebih mudah untuk melihat hukum tarikan berjalan ketika kebutuhan Anda sangat terbatas dan ketika Anda keluar dari balapan tikus yang gila-gilaan sejenak. Barangkali inti dari semua ini adalah bersyukur atas apa pun yang ada di depan Anda.
Dulu saya punya hubungan yang sangat tidak sehat dengan alkohol. Entah bagaimana dalam kebudayaan Finlandia, minum-minum merupakan salah satu pengisi waktu luang yang disenangi orang-orang. Saya tidak kecuali. Aktivitas minum-minum saya sudah sampai taraf pemujaan dan Raja Alkohol amatlah memikat saya. Ketika kehidupan tanpa uang berjalan, ada kesesuaian yang terjadi. Secara alamiah, ketika kita tidak menggunakan uang, minum-minum pun menjadi jarang. Selama tahun-tahun tanpa uang, hanya sekitar tiga kali saya merasa ingin minum bir di bar. Saya minta, dan saya memperolehnya. Di samping itu, ada banyak sekali pesta yang menawarkan minuman secara cuma-cuma, bagi yang tidak punya uang ataupun yang punya.
Seiring dengan berlalunya waktu, saya berhenti mengagungkan minuman. Minum-minum menjadi semakin tidak penting. Secara sadar saya tidak minum sampai setengah tahun, sekadar untuk membuktikan bahwa saya bisa hidup tanpa itu. Hasilnya mengejutkan: saya menjadi lebih mengapresiasi anggur, bir, dan wiski daripada sebelumnya. Karena minuman tersebut diberikan kepada saya sebagai hadiah, kebutuhan untuk mabuk tergantikan oleh apresiasi yang lebih sehat akan cairan menyenangkan ini. Bersyukur atas hal-hal sederhana dalam hidup. Cheers!
Teks asli dalam bahasa Inggris dapat diunduh di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar