Perut
kenyang dan dahaga lenyap, namun masih merasa kedinginan? Bagaimanakah mungkin,
misalnya saja, memperoleh pakaian gratis supaya tetap hangat? Bagaimana dengan
barang-barang pokok lainnya? Di manakah menemukannya tanpa mengeluarkan sepeser
uang pun? Sebenarnya berapa banyakkah yang kita perlukan untuk merasa puas?
Anda mungkin pernah mendengar istilah-istilah seperti pindah
karier, ekonomi berbagi, barter, dan konsumsi bersama. Banyak blog, artikel,
majalah, dan buku yang khusus membahas tentang ini. Semuanya keren! Pergeseran nilai
sedang terjadi, benar kan?
Sistem yang mengharuskan pertumbuhan konstan, dikompori oleh
konsumerisme tanpa tujuan, telah menghasilkan begitu banyak barang
sampai-sampai kami yang di barat tidak tahu hendak di mana menyimpannya.
Musafir tanpa uang satu ini, yang hanya menyimpan barang yang dapat dibawanya,
merasa ngeri mendapati bahwa ada suatu industri bernama “persewaan gudang”—orang
membayar ruang lebih sekadar untuk mengurung sampah yang tidak diperlukannya.
Kita memberi nilai pada barang-barang yang kita beli. Entah
bagaimana kita mengidentifikasikan diri dengan barang. Seperti yang disampaikan
George Carlin[1]
secara singkat: Kita menyebutnya barang
tetapi begitu barang tersebut menjadi milik orang lain, kita menyebutkan masalah mereka. (You call your things stuf but
as soon as the stuff belongs to someone else, you call it their shit.)
Jadi, apakah kita sedang bergerak ke
arah kebiasaan konsumsi yang lebih waras dan lebih moderat, seperti berbagi,
atau akankah kita melanjutkan cara-cara lama, yang pada akhirnya menenggelamkan
kita dalam … tumpukan barang? Jangan-jangan akses, kecakapan dalam memanfaatkan
suatu barang, boleh jadi lebih penting daripada memilikinya? Ah, peduli amat,
mari pikirkan masalah itu nanti saja dan berbelanja barang gratis!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar