Suatu pagi yang hangat di bulan Juli, ada hantu
ikut sarapan bersama kami.
Hantu
itu berwujud seorang gadis, usianya sekitar dua belas atau tiga belas tahun.
Hanya sedikit lebih muda daripada aku. Rambutnya hitam panjang seperti sabut,
wajahnya bundar, dan ia mengenakan kimono biru bergambar bunga krisan putih
besar. Ayah dan ibuku mematung saat ia keluar dari kamarku. Di pojok,
orang-orang di televisi terus mengoceh tentang cuaca dan politik, namun ayah
dan ibuku hening sementara si gadis hantu berjingkat-jingkat melintasi ruangan,
seolah-olah mereka tidak hendak menakut-nakuti dia.
Ha.
Berusaha tidak menakuti yang menakutkan.
Aku menahan napas sementara si gadis hantu berlutut di sampingku di meja. Kami semua mengamati dia namun pura-puranya tidak, sebagaimana lazimnya dengan orang di kereta. Si gadis hantu duduk dan menatap ruang kosong pada meja hingga ayahku menyenggol ibuku.