Karena
dibesarkan dalam peradaban modern, amatlah mudah untuk memercayai bahwa Bumi
yang kita tinggali ini selalu ada yang memiliki, dan untuk hidup orang selalu
harus memiliki uang. Itulah kebudayaan tempat kita dilahirkan, sehingga hanya
itulah yang kita ketahui. Namun kepemilikan pribadi merupakan karangan manusia
yang relatif modern. Dulu lahan bebas dijelajahi semua orang. Kemudian lahan
dikelola bersama-sama oleh rakyat biasa. Sekarang lahan dimiliki oleh sedikit
orang—1% memegang 70%[1] lahan.
Kisah tentang
rakyat biasa dan lahan berpagar dibahas secara terperinci oleh penulis seperti
Simon Fairlie[2].
Karena sebagian bahasan ini berkait dengan kehidupan tanpa uang, saya akan
membicarakannya hanya sejauh yang berkaitan.
Hingga periode
Tudor[3], sebagian
besar lahan dikelola bersama-sama. Rakyat biasa mencari nafkah dari lahan ini
serta memeliharanya bagi kepentingan mereka dan semua orang. Keputusan untuk
memagari lahan ini mengakibatkan perpindahan banyak penduduk desa serta
pengalihan lahan pertanian menjadi padang penggembalaan. Manusia pun digantikan
oleh domba. Setelah beberapa lama, para pengungsi ini—kita—dipaksa untuk
menjadi domba itu sendiri, harus angkat kaki ke kota-kota besar serta
menyerahkan jiwa raga mereka bagi kemajuan revolusi industri.