Selamat Datang

Blog ini dibuat untuk menjadi tempat berbagi proses belajar saya dalam penulisan karya kreatif sekalian pemahaman bahasa asing, yaitu dengan menerjemahkan. Hasil terjemahan dalam blog ini semata untuk kepentingan belajar dan tidak dikomersialkan. Terima kasih sudah berkunjung.

Pengarang/Penerjemah

Agus Kurniawan (1) Aimee Bender (2) Alan Gratz (1) Alberto Manguel (1) Alejandro Zambra (1) Alex Patterson (1) Alexa Firat (1) Alexandre Najjar (1) Alice Guthrie (1) Alice Walker (1) Aliza Shevrin (1) Ambika Rao (1) Ambrose Bierce (1) Amelia Gray (1) Amy Hempel (1) Anders Widmark (2) Andrea G. Labinger (1) Ann Beattie (1) Anna Sophie Gross (1) Anne McLean (1) Aoi Matsushima (1) Bel Kaufman (1) Brandon Geist (5) Catherine Rose Torres (1) César Aira (1) Charlotte-Arrisoa Rafenomanjato (1) Chiba Mikio (1) Chimamanda Ngozi Adichie (1) Chris Andrews (1) Christopher Moseley (1) Clark M. Zlotchew (6) Cynthia Ozick (1) David Herbert Lawrence (2) David Karashima (1) Dayeuh (2) Donald A. Yates (1) Dorothy Parker (1) Dorthe Nors (1) Ed Park (1) Elizabeth Harris (1) Estelle Gilson (1) Fernando Sorrentino (15) FiFadila (1) Fiona Barton (1) Francis Marion Crawford (2) Fumiko Enchi (1) Gabriel Gárcia Márquez (1) Giulio Mozzi (1) Grace Paley (1) Gregory Conti (1) Gregory Rabassa (1) Guillermo Fadanelli (1) Guillermo Martínez (1) Hari Kumar Nair (1) Haruki Murakami (24) Hector Hugh Munro (Saki) (2) Helena Maria Viramontes (1) Herbert Ernest Bates (1) Hitomi Yoshio (1) Ian MacDonald (1) Iris Maria Mielonen (1) Isaac Bashevis Singer (1) Italo Calvino (1) Jack Kerouac (2) Jacob dan Wilhelm Grimm (1) James Patterson (1) James Thurber (5) Jay Rubin (13) Jean Rhys (1) John Cheever (1) John Clare (1) John Updike (1) Jonas Karlsson (1) Jonathan Safran Foer (1) Jonathan Wright (1) Jorge Luis Borges (1) Juan José Millás (1) Julia Sherwood (1) K. S. Sivakumaran (1) Kalaivaathy Kaleel (1) Karunia Sylviany Sambas (1) Kate Chopin (1) Katherine Mansfield (1) Keiichiro Hirano (5) Kevin Canty (1) Khaled Hosseini (1) Khan Mohammad Sind (1) Kurahashi Yumiko (1) László Krasznahorkai (1) Laura Wyrick (27) Laurie Thompson (1) Laurie Wilson (1) Lawrence Venuti (1) Liliana Heker (1) Lindsey Akashi (27) Liza Dalby (1) Lorrie Moore (5) Louise George Kittaka (1) Lynne E. Riggs (1) Mahmud Marhun (1) Malika Moustadraf (1) Marek Vadas (1) Marina Harss (1) Mark Boyle (25) Mark Twain (2) Marshall Karp (1) Martin Aitken (1) Massimo Bontempelli (1) Megan McDowell (1) Megumi Fujino (1) Mehis Heinsaar (1) Michael Emmerich (1) Michele Aynesworth (3) Mieko Kawakami (1) Mihkel Mutt (1) Mildred Hernández (1) Mitsuyo Kakuta (1) Morgan Giles (1) Na’am al-Baz (1) Naoko Awa (1) Naomi Lindstrom (1) Norman Thomas di Giovanni (1) Novianita (1) O. Henry (1) Ottilie Mulzet (1) Pamela Taylor (1) Paul Murray (54) Paul O'Neill (1) Pere Calders (1) Peter Matthiessen (1) Peter Sherwood (1) Philip Gabriel (11) Polly Barton (1) Ralph McCarthy (1) Ramona Ausubel (1) Ray Bradbury (3) Raymond Carver (2) Raymond Chandler (2) Rhett A. Butler (1) Robert Coover (3) Rokelle Lerner (232) Ruqayyah Kareem (1) Ryu Murakami (1) Ryuichiro Utsumi (1) S. Yumiko Hulvey (1) Sam Malissa (1) Saud Alsanousi (1) Sebastiano Vassalli (1) Selina Hossain (1) Sergey Terentyevich Semyonov (1) Shabnam Nadiya (1) Sherwood Anderson (1) Shirin Nezammafi (1) Shun Medoruma (1) Sophie Lewis (1) Stephen Chbosky (10) Stephen Leacock (1) Susan Wilson (1) Tatsuhiko Takimoto (27) Thomas C. Meehan (2) Tobias Hecht (1) Tobias Wolff (1) Tomi Astikainen (40) Toni Morisson (1) Toshiya Kamei (2) Ursula K. Le Guin (1) Vina Maria Agustina (2) Virginia Woolf (1) W. H. Hudson (1) Wajahat Ali (1) Widya Suwarna (1) William Saroyan (1) William Somerset Maugham (1) Yu Miri (1)

Bongkar Arsip

Perjalanan Ulang-alik Shuya (Liza Dalby, 2012)

Saat itu bulan Maret. Tahun pertamanya di SMA hampir berakhir. Tadinya Shuya mengira dia tidak akan sanggup menahan perjalanan panjang pulan...

20211121

Rich Without Money - Buruh Cinta: Bersukarela Kerja tanpa Dibayar (Tomi Astikainen, 2016)


Dulu saya jatuh cinta pada gagasan ekonomi kasih, tanpa sekalipun tahu tentang istilah itu. Pada waktu itu, saya menonton sebuah film berjudul Pay It Forward tentang seorang anak laki-laki yang mendapatkan sebuah gagasan untuk memperbaiki dunia. Ia memutuskan untuk menolong tiga orang yang membutuhkan uluran tangan, dan tidak mengharapkan balasan apa pun. Alih-alih, ia meminta tiap-tiap orang itu agar menolong tiga orang lainnya. Ini akan menciptakan efek bolah salju: perbuatan baik terus berlipat ganda dan memang dunia pun menjadi tempat yang sedikit lebih baik.
Si anak kecil ingin menolong sebab dia telah menerima pertolongan. Ini juga terjadi pada seorang anak kecil bernama Tomi Astikainen. Saya telah menerima begitu banyak bantuan dan dukungan dari orang-orang yang saya tidak punya pilihan selain membalaskannya kepada orang lainnya lagi. Dengan sikap ini, perbuatan baik pun berlipat ganda.

Hari kedua di Kosta Rika. Mengetahui bahwa negara ini ditempati oleh cukup banyak pensiunan orang Amerika, aku jadi tidak begitu tertarik. Rencananya sekadar main tebeng dan berusaha menemukan pertanian tempat kami dapat mempraktikkan segala yang telah kami pelajari supaya bermanfaat, berdampak nyata.
Salah seorang Amerika—sebagaimana yang telah disebutkan tadi—menjemput kami. Dia memaksa untuk membelikan kami makan siang. Dengan senang hati, kami menerima tawaran itu. Kami memberi tahu dia kegiatan kami baru-baru itu, yaitu dengan bekerja sukarela di suatu pertanian organik di Meksiko, El Savador, dan Nikaragua. Dia perlu beberapa waktu untuk memahami kenyataan bahwa kami sungguh-sungguh bekerja tanpa dibayar. Dia pun melihat peluang: “Saya punya teman yang akan memerlukan bantuan di pertanian miliknya. Maukah kalian pergi menemui dia?”
Serius? Ayo! Munginkah ini kesempatan kami untuk mempraktikkan segala yang telah kami pelajari supaya bermanfaat?
Vicki, si pemilik, sedang sendirian di pertaniannya. Pacarnya telah pergi, sehingga tinggal dia bersama perlengkapannya sendiri. Dia berusaha untuk menghasilkan uang secara daring dan tidak punya waktu untuk mengurus pertaniannya. Mimpi memiliki gaya hidup swadaya tanpa fasilitas umum pun mulai runtuh. Vicki dalam keadaan putus asa. Dia telah memutuskan untuk melepas lahan yang semestinya membebaskan dirinya itu.
Kami menceritakan pengalaman kami kepada dia. Awalnya, dia ragu: “Di sini tidak ada fasilitas untuk sukarelawan. Maksudnya, nanti kalian tidur di mana?” Kami memberi tahu dia bahwa kami tidak mencari kemewahan, dan menjelaskan tentang gaya hidup kami yang seadanya. Kami dapat tidur di mana saja. Ia lantas menunjukkan sebuah pondok yang tertutup oleh sampah dan jaring laba-laba. “Ini sempurna. Kami dapat memperbaikinya,” aku meyakinkan dia.
Akhirnya Vicki setuju. Ia membebaskan kami untuk melakukan apa saja. Kami terkejut mendengarnya. Bebas? Untuk melakukan apa saja? Dahsyat! Barangkali inilah tepatnya peluang yang kami cari-cari.
Kami mulai bekerja. Kami menyiapkan bedeng tumbuh untuk sayur-mayur dan herba. Kami menanam benih dan menangani irigasi. Kami mengurus hewan-hewan: babi, bebek, ayam, kambing, serta anjing-anjing Doberman. Kami memperbaiki berbagai barang yang perlu dirawat. Kami membuat sebuah sistem web sederhana.
Kami menciptakan sebuah strategi untuk beberapa tahun berikutnya dan menjernihkan visi bersama-sama dengan Vicki: tempat ini akan menjadi pusat penyelamatan alam liar serta pertanian organik yang dijalankan sukarelawan. Karena kawasan ini merupakan habitat alami bagi monyet pelolong, kami menamakannya The Monkey Farm.[1]
Vicki terkejut oleh segala kemajuan ini. Tantangan terbesarnya adalah merasa tidak sungkan untuk meminta bantuan. Dengan begitu, kami pun memulai kampanye sehingga memperoleh sokongan dari media serta masyarakat setempat. Orang-orang mendukung gagasan itu dan membawakan kami segala yang dibutuhkan tempat itu: pompa air, dudukan toilet, makanan, peralatan, semua-muanya yang sungguh kami butuhkan. Bagaimanapun juga, para pensiunan Amerika itu lumayan juga. Pada akhirnya Vicki belajar bahwa tidak masalah untuk meminta bantuan saat diperlukan.
Kami mengubah pondok yang tidak layak itu berikut gubuk sederhana lainnya menjadi akomodasi yang dapat menampung sekitar sepuluh sukarelawan secara cukup nyaman. Kami menggosok setiap sudut dan menghiasi ruangan-ruangan itu supaya berasa seperti rumah. Kami membuka profil daring untuk menarik sukarelawan. Segera saja kami mendapatkan mereka selama enam bulan ke depan. Bagian yang terbaik: kebanyakan dari mereka lebih berpengalaman daripada kami! Sebagian memiliki keterampilan khusus yang amat berguna mulai dari bertukang hingga pertanian organik. Ada satu laki-laki yang merupakan ahli dalam mendirikan pagar. Tepat seperti yang kami perlukan!
Kami melatih Vicki untuk berfokus pada hal-hal yang benar, serta mencari orang-orang yang dapat membantu dia baik untuk mengelola tempat itu maupun mengarahkan pada sukarelawan. Untuk mengimbangi pengetahuan, ada lebih daripada cukup kerja fisik yang harus dilakukan. Aku menyukai semuanya. Apa pun yang kami lakukan, kami melakukannya dengan berhasrat. Kami hampir-hampir tidak menyadari bahwa kami bekerja 10-16 jam sehari, tanpa dibayar.
Tentu saja segalanya tidak berjalan seperti di film-film Hollywood: adakalanya kami juga bertengkar. Setelah berbulan-bulan kerja keras, aku lagi-lagi mengacaukan hubungan dan meninggalkan tempat itu, sendirian.
Namun The Monkey Farm akhirnya memiliki arah, sebuah masa depan. Para sukarelawan baru mengambil alih yang sudah kami mulai. Seperti yang sudah dikatakan, mereka bahkan lebih pintar dan terampil daripada kami. Aku tidak lagi diperlukan di sana.

Kita punya kebutuhan alami untuk bergerak, untuk melakukan suatu hal yang merupakan kontribusi kepada masyarakat atau setidaknya menolong seseorang. Baiklah, bisa diperdebatkan bahwa banyak orang sekarang ini berkontribusi hanya untuk kelangsungan hidup mereka sendiri. Tapi ada waktunya ketika setiap orang paling tidak mempertimbangkan peluang: Barangkali aku mesti menjadikan diriku lebih berguna. Lagi pula, bergotong royong menambah nilai dalam kehidupan seseorang serta memfasilitasi interaksi sosial.
Dunia menjadi semakin terhubung setiap hari. Generasi baru cenderung berpikir beda. Kita melangkah tertatih-tatih ke arah kesadaran global. Dalam pandangan dunia yang baru timbul ini, kemampuan untuk berkolaborasi menjadi tak ternilai. Namun di masyarakat barat, di mana kebanyakan pekerjaan entahkah diautomasi atau dialihdayakan (outsourcing) ke Cina, tidak ada cukup pekerjaan bergaji bagi semua orang. Mereka yang cukup beruntung untuk memilki pekerjaan menggunakan sepertiga dari kehidupan mereka di antara orang-orang yang tidak mereka pilih untuk bekerja sama pada awalnya.
Tempat-tempat bekerja sekarang ini diatur oleh aturan-aturan tak tertulis yang tumpang-tindih. Di satu sisi, kita diharapkan untuk bergerak ke arah yang sama. Di sisi lain, rasa takut akan kehilangan pekerjaan memenuhi kepentingan pribadi kita dan menggiring kepada berbagai efek samping yang tidak menguntungkan: menjilat, tiadanya transparansi, kurangnya kolaborasi, bahkan gangguan dan pelecehan. Para pemuda yang potensial menjadi tertekan dan kelebihan pekerjaan. Yang sudah berpengalaman boleh jadi merasa tersisihkan.
Banyak orang menganggap pekerjaan sebagai identitas mereka, sampai-sampai membatasi pilihannya dan mengendalikan perilakunya. Akan tetapi, kita bukanlah petugas polisi, tukang pipa, ataupun psikolog. Kita adalah orang-orang dengan identitas yang beragam. Hanya sebagian kecil dari identitas ini yang didefinisikan sebagai apa yang kebetulan kita lakukan untuk mencari nafkah pada suatu waktu tertentu.
“Kalau begitu, kamu petani dong,” salah seorang pengunjung The Monkey Farm menyimpulkan saat dia pertama kali melihatku. Aku belum pernah mendengar itu sebelumnya. Aku? Seorang petani. Bukan ah! Aku menolak untuk menyebut diriku sebagai sekadar penulis, penebeng, pemulung, penyair, koki, aktivis, desainer, pelatih, fasilitator, ahli strategi, penerawang, manajer restoran luar angkasa, ataupun gelar lainnya. Aku adalah semuanya itu dan lebih daripada itu.
Riwayat kerjaku diseraki segala macam profesi: pekerja pabrik pengemasan, pembantu inventaris, reporter radio, pramuniaga toko buku, pegawai toko penyewaan video, pekerja kantoran di perusahaan lanskap, kepala editor, desainer grafis, pemimpin tim, konsultan, pelatih, entrepreneur sosial, pejabat eksekutif tertinggi …. Aku bukan hanya ini saja! Aku manusia.
Identitas-menurut-satu-profesi berawal dari masa kanak-kanak. Saat orang dewasa menanyakan, “Mau jadi apa kalau sudah besar?” menyiratkan bahwa si anak mesti mengambil satu profesi saja dan berpegang padanya. Karier? Iyuh. Kata yang menjiikkan. Jawabanku untuk pertanyaan tersebut adalah “Aku ingin menjadi orang yang multiguna.” Entah dari mana saya mendapatkan jawaban itu, tapi, itulah persisnya saya sekarang ini: seorang generalis.
Dalam masyarakat yang telah begitu menekankan pada spesialisasi, sejak Adam Smith memperkenalkan konsep divisi tenaga kerja, boleh jadi tidak ada begitu banyak permintaan atas laki-laki dan perempuan yang multiguna. Kegunaan apa yang mungkin dimiliki orang dengan pengetahuan sangat sedikit tentang berbagai hal yang tampaknya tidak berhubungan? Serius deh, siapa yang peduli jika saya sama-sama penasaran baik terhadap kutu busuk maupun penjelajahan angkasa kalau saya bukan ahli dalam tiap-tiap hal itu?
Kenyataannya: saya tidak begitu peduli apakah orang hendak membayar kontribusi saya, asalkan saya bisa berfokus pada beragam gagasan, pekerjaan, proyek, dan inisiatif yang menginspirasi dan mengimbangi satu sama lain. Menyekop kotoran itu asyik asal dilakukan dengan alasan yang baik, serta sejalan dengan pekerjaan-pekerjaan cerdas dan lebih rumit yang juga saya senang lakukan. Di samping itu, kutu busuk dapat bertahan hidup di angkasa! Kurang keren apa coba?
Maaf agak menyimpang. Maksudnya adalah: barangkali berbahaya bila membatasi rentang kemungkinan masa depan yang begitu luas pada usia dini. Orang tua dapat mengajukan pertanyaan yang lebih baik, “Kamu tidak mau jadi apa kalau sudah besar?” Ini akan mengarahkan anak-anak untuk mempertimbangkan nilai-nilai mereka alih-alih mengikatkan pemikiran mereka pada jalur karier tertentu.
Anda ingin menjadi apa saja sewaktu kecil? Apakah sekarang ini Anda menghabiskan waktu Anda untuk melakukan sedikitnya sebagian dari hal-hal itu? Apakah pekerjaan Anda memiliki arti? Kalau tidak, untunglah ada berbagai opsi. Mereka yang menghargai inovasi, otonomi, kemahiran, serta makna ketimbang gaji yang besar, mungkin hendak bergabung dengan tim kecil di perusahaan rintisan (start-up). Ada yang menjadi pekerja lepas, ilmuwan, seniman, inventor, atau entrepreneur. Bahkan Anda bisa saja memutuskan untuk melakukan banyak hal yang berlainan; ada yang demi gaji, lainnya sukarela.
Temanku orang Finlandia, Mikael, merupakan penggemar pemrograman yang seringnya tinggal di Lithuania. Dengan begitu ia memotong-motong biaya tetapnya menjadi pecahan-pecahan kecil belaka dari yang biasanya di Finlandia. Mikael tahu ia pandai melakukannya. Ia tahu nilai dari kontribusinya. Karena itu, harga dari jasanya menyesuaikan. Beberapa pekerjaan berupah dalam setahun membantu membiayai kehidupannya yang seminomaden. Selebihnya ia berkelana dan bekerja di mana saja dia mau untuk proyek-proyek sukarela—seperti Hitchwiki, Nomadwiki[2], Trashwiki, dan Trustroots—yang bagi dia lebih bermakna daripada pekerjaan berupah.
Mikael juga hidup dengan ideologi “Balas kepada Orang lain”. Ia suka menebeng dan tidak membayar. Alih-alih, ia memberikan tumpangan pada orang lain di flatnya secara cuma-cuma. Harapannya, orang itu kelak akan menolong orang lainnya lagi. Mikael tampak sangat puas dengan gaya hidupnya. Walaupun ia tidak sepenuhnya hengkang dari masyarakat uang, bisa diperdebatkan bahwa ia hidup dengan prinsip-prinsip ekonomi kasih.
Maukah Anda menyedekahkan kontribusi Anda kepada dunia? Mungkinkah kerja sukarela membantu Anda menuju interaksi yang lebih tulus dengan orang lain? Tahukah Anda caranya menciptakan situasi menang-menang: sebagian untuk Anda, sebagian untuk sesama, dan sebagian lagi untuk masyarakat?
Menjadi sukarelawan tidaklah rumit. Ditambah lagi, tidak harus ada konflik antara kepentingan-diri dan keuntungan orang lain, selama alasan-alasan egois bukanlah satu-satunya motif tersembunyi untuk membantu orang lain. Kerja sukarela sungguh menambah nilai bagi kehidupan orang-orang, termasuk kehidupan Anda sendiri. Tinggal cobalah untuk tidak serta-merta mengharapkan timbal balik dalam setiap situasi. Alih-alih balaslah kepada orang lain. Bantulah sebab bantuan Anda memang diperlukan.
Akan tetapi, camkanlah, bahwa kita telah diajarkan untuk mandiri serta bertahan hidup sendiri. Bagi kebanyakan dari kita, tidaklah mudah meminta bantuan, atau bahkan menerima bantuan ketika ada yang menawarkan. Tapi jika Anda sungguh berharap dapat menjadi sukarelawan, ambillah inisiatif. Ada berbagai peluang di luar sana:
  • Apakah Anda memiliki kerabat yang sudah sepuh atau tetangga sibuk yang mungkin mempergunakan bantuan dalam kehidupan sehari-hari?
  • Bisakah salah satu hobi atau minat Anda menambahkan nilai kepada orang lain dan oleh karena itu dapat dianggap sebagai kerja sukarela?
  • Adakah badan nonprofit di sekitar yang mungkin memanfaatkan bantuan sukarela dengan lansia, pemuda, imigran, penyandang disabilitas, orang tua tunggal, atau kelompok lainnya yang sekadar kehadiran seorang sukarelawan saja dapat menjadi tak ternilai?
  • Apa topik sosial dan lingkungan hidup yang membuat Anda bersemangat? Adakah pergerakan di mana Anda dapat berguna serta memajukan gagasan dan perbuatan yang sangat Anda suka?
  • Anda lancar berbicara dan menulis dalam bahasa apa saja? Apakah Anda punya kemampuan desain grafis atau teknologi informasi? Komunitas daring manakah yang dapat memanfaatkannya?Adakah acara dalam waktu dekat yang dapat Anda bantu urus?

Aku bagian dari kelompok kecil penebeng yang menyelenggarakan The Hitchgathering 2011 di Bulgaria. Tentu saja anggarannya nol. Kami menghabiskan tiga hari di Vilna, berkeliling ke usaha-usaha setempat dan mengumpulkan donasi dalam bentuk barang: kertas toilet, pisau, cangkir, tatakan masak, piring, dan benda berguna lainnya.
Kemudian kami menebeng ke Kara Dere, pantai indah yang belum terjamah di dekat Laut Hitam, dan memasang kemah. Segelintir penebeng lainnya telah datang terlebih dahulu dari segala penjuru dunia. Kami sepakat untuk membuat area bersama berbentuk tapal kuda tempat segalanya dibagi dengan tenda-tenda pribadi mengelilinginya sebagai batas pinggir.
Pada malam pertama, mendadak hujan turun merusak segalanya yang telah kami siapkan. Sedikit demi sedikit, ada lebih banyak penebeng yang tiba dan mereka membantu memasang kembali kemah ala kadarnya. Matahari menyalami sekitar 150 orang yang siap untuk menghabiskan kurang lebih seminggu bersama-sama di pantai itu. Sedikit demi sedikit, kemah itu mulai berbentuk. Bahkan lumba-lumba pun mampir untuk menyambut kami.
Pada awalnya, orang-orang berlarian di sekitar pantai, melumuri satu sama lain dengan lempung alami, berenang di air hangat, dan menikmati lokasi yang sempurna itu, seolah-olah mereka kembali menjadi anak-anak. Malah, salah seorang partisipan masih anak-anak, baru berusia lima tahun. Yang paling tua telah melewati setengah abad. Kami berasal dari latar belakang yang amat beragam, namun disatukan oleh jiwa menebeng yang sama. Pada waktu malam, kami duduk memutari api unggun, menyanyi dan memainkan beraneka instrumen. Minuman menyerupai-anggur yang super murah—yang warga setempat enggan mencicipinya—dibagi dan dinikmati oleh siapa saja.
Pada hari kedua, orang-orang telah puas bermalas-malasan saja. Mereka pun mulai membuat aktivitas untuk satu sama lainnya. Topik-topik pelatihan bervariasi, mulai dari yoga tertawa, juggling, koreografi tari, hingga latihan bela-diri Krav Maga. Kami mengadakan perpustakaan manusia sehingga mengenal satu sama lain lebih mendalam. Orang-orang bertanggung jawab memperbaiki kemah, menggali dan menghiasi lubang kotoran, mengumpulkan kayu bakar, mencari makanan dan memasak bersama. Alih-alih cuma berjemur di bawah matahari, orang-orang ini lebih suka bergerak dan membantu menyelenggarakan acara penuh kenangan ini.
Setelah satu minggu hidup di pantai, aku pergi dengan berurai air mata. Tempat ini luar biasa. Orang-orang ini adalah keluarga. Sekali lagi mempertunjukkan tentang apa yang mungkin dilakukan dengan semangat sukarelawan.

Anda tidak memerlukan keterampilan istimewa apa pun untuk menjadi sukarelawan yang berguna. Sikap senang membantu serta kemampuan untuk berinisiatif sudah cukup. Mulailah dengan menginvestasikan waktu 2-4 jam per minggu. Kalau bentuk kerja sukarela yang telah Anda pilih terasa cocok, seiring dengan waktu ambillah lebih banyak tanggung jawab. Kalau tidak, cobalah yang lainnya.
Kadang-kadang orang menantang gaya hidup tanpa uang saya, dengan menyindir bahwa sangat mungkin saya tidak berbuat apa-apa selain mengisap uang milik orang lain yang diperoleh dengan susah payah: “Menurutmu bagaimana jadinya kalau semua orang berkelakuan seperti kamu?”
Mau tidak mau saya menjawab dengan serentetan pertanyaan: “Memangnya bagaimana kelakuan saya? Memang apa yang sebenarnya saya lakukan ini? Saya berfokus melakukan hal-hal yang pandai saya lakukan, hal-hal yang saya cintai, hal-hal yang entah bagaimana berkontribusi terhadap kesejahteraan orang lain. Menurutmu sendiri bagaimana dunia ini kalau setiap orang berkelakuan seperti ini? Bagaimana kalau setiap orang berkesempatan untuk hidup seperti ini, tanpa harus berfokus semata untuk bertahan hidup? Akan jadi dunia macam apakah itu?”
Ini membungkam kritik yang tak perlu. Pertanyaan-pertanyaan ini membuat orang berpikir: Tunggu, memangnya apa yang saya lakukan untuk membantu orang lain? Apakah saya berfokus pada renjana saya? Apakah saya tahu benar akan kekuatan-kekuatan yang saya miliki? Bagaimana mungkin saya beralih dari sekadar mencari uang untuk bertahan hidup sehari-hari kepada sebenar-benarnya mengembangkan diri saya, orang lain, dan masyarakat pada umumnya?
Kalau Anda merasa bahwa apa yang Anda lakukan, siang malam, sesungguhnya tidaklah begitu bermanfaat bagi orang lain dan juga tidak menawarkan Anda kesempatan untuk berkembang, tak usah khawatir. Anda tidak salah. Tidak ada yang mempersalahkan Anda. Kesadaran ini sudah merupakan langkah pertama pada jalan menuju hidup yang lebih memuaska. Barangkali langkah berikutnya adalah untuk mengambil jeda. Bagaimana kalau Anda libur setahun? Bagaimana Anda akan menggunakan waktu tersebut? Apakah Anda tidak sepenuhnya yakin?
Menjadi sukarelawan di luar negeri merupakan satu kemungkinan untuk menggunakan waktu Anda secara efektif sementara menjelajahi pekerjaan dan lingkungan baru yang boleh jadi sangat berbeda dari yang biasanya. Ada beberapa situs pertukaran pekerja yang dapat Anda gunakan untuk mencari kesempatan menjadi sukarelawan di luar negeri. Volunteers Base[3] merupakan alternatif yang tidak memerlukan uang dari situs-situs yang lebih mapan seperti Ecoteer[4], Workaway[5], HelpX[6], dan WWOFF[7]. Situs-situs ini biasanya meminta sedikit biaya untuk detail kontak mengenai tempat-tempat untuk bekerja sukarela. Kalau tidak satu pun dari opsi ini sesuai untuk Anda, cobalah Kindmankind[8] atau Travel With a Mission[9]. Situs mana pun yang Anda pilih, Anda dapat menggunakannya untuk mencari peluang di berbagai belahan dunia.
Akan tetapi, catatlah bahwa sebagai contoh di Amerika Tengah dan Selatan herannya sulit untuk bekerja secara cuma-cuma. Walau kedengarannya aneh, ada banyak tempat yang mengharapkan Anda membayar untuk menjadi sukarelawan. Di beberapa tempat, seperti Inatitah, ini cukup beralasan dan transparan. Tapi beberapa tempat sepenuhnya bergantung pada pendanaan dari para sukarelawan kaya raya yang datang ke sana sekadar untuk menambah satu baris dalam CV mereka.
Untungnya ada juga tempat-tempat yang menghargai kontribusi sukarela. Sebagai ganti atas jerih payah Anda, mereka memberikan makanan dan penginapan secara cuma-cuma. Tampaknya di Eropa dan Australia ada kebun anggur dan pertanian yang bahkan memberi Anda upah mingguan yang lebih dari mencakup biaya tinggal Anda. Maka, telitilah ketika Anda mencari peluang yang terbaik. Kalau kedengarannya terlalu bagus, boleh jadi memang demikian adanya.
Pada akhirnya, kalau Anda masih muda—di bawah 30 tahun—Anda bisa memeriksa apabila cinta dalam hidupku, AIESEC, menyediakan sesuatu bagi Anda. Pengalaman-pengalaman menantang yang disediakan AIESEC disesuaikan agar dapat menghadapi sebagian dari persoalan-persoalan paling mendesak yang ada di dunia. Tapi yang terpenting, pengalaman AIESEC memungkinkan Anda untuk menjadi warga dunia yang lebih mawas-diri dan berorientasi-solusi yang sanggup memberdayakan orang lain untuk bertindak. Tidak selalu mudah, tapi bisa jadi sangat berharga. Semakin banyak Anda memberi, semakin banyak yang Anda peroleh.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...